Rabu, 08 Februari 2012

Sacrifice by Andara Tari Saragih

Matahari telah terbit di kota Nagano dan jam telah menunjukkan angka 07.20, walaupun matahari bersinar cerah itu tidak dapat membuat keluarga Tainaka akur, setiap pagi selalu ada saja yang marah-marah, “Rikku-nii! Dimana kamu menaruh stik drumku?” teriak Ritsu dari kamarnya “kenapa kau Tanya aku? Memang siapa yang mau mengambil barang jelek kayak gitu!” Taeriak sang kakak bernama Rikku dari dapur “tapi.. tapi.. aku butuh itu untuk latihan nanti!” balas sang adik “Dan jangan memanggil stik drum kesayanganku dengan nama jelek! Memang punyamu ga?” lanjut sang adik “ga sih ya! Aku selalu menjaganya dengan baik! Sudah lupakan stik drum mu itu! Cari saja nanti! Pakai punya ku dulu, kita sudah telat nih!” saran Rikku selagi melihat jam tangannya yang menunjukkan sudah jam 07.23, padahal sekolah mereka mulai jam 07.30 “huh! Yasudah deh!” kesal Ritsu karena tidak dapat menemukan stik drumnya “Jangan lari-lari di tangga nanti kamu ja…” belum selesai mengakhiri kalimatnya Ritsu terpeleset dari tangga dan jatuh menimpa Rikku “sakit….”keluh Ritsu dengan luka di kakinya akibat tergores kayu “Berat… sudah kubilang ratusan kali jangan lari di tangga!” bentak Rikku “Siapa yang berat!” balas Ritsu “Ritsu bersihkan dulu lukamu itu” ujar sang kakak “nanti saja di sekolah” lanjut Ritsu sambil berdiri dari kakaknya dengan muka kesakitan “Baiklah terserah kamu saja”. Akhirnya mereka pergi ke sekolah dengan motornya Rikku dengan Ritsu dibelakannya. Sesampainya di sekolah Rikku mengantar Ritsu ke ruang UKS untuk membersihkan lukanya dan mengantarkan Ritsu ke kelasnya “Makasih kak” Ritsu menyampaikan rasa terima kasihnya dengan senyuman di wajahnya yang membuatnya terlihat manis “Iya, iya, ini stik drumnya jangan dirusak ya terus hati-hati kalau jalan, jangan lari-lari di tangga terus…” ujar Rikku “Iya ngerti…” jawab Ritsu “kamu ga lupa makan siangmu kan?” Tanya Rikku lagi “bawa kok…. Udah ya kak.. aku mau belaja…” sebelum menyelesaikan kalimatnya Rikku bertanya lagi “pulang jangan terlalu larut” ujar Rikku lagi “Iya iya” jawab Ritsu mulai kesal “dan jangan…” “Iya aku mengerti! Sekarang udah ya kak! Kakak mempermalukanku di depan teman-temanku! Lama-lama kakak kayak Ibu!”teriak Ritsu ke kakaknya “Aku kan anaknya memang aku anak siapa?” balas Rikku “Ya sudah!” balas Ritsu lagi “Ya sudah!” marah Rikku. Semua orang terpana pada Ritsu “Lihat apa?” kata Ritsu dengan tatapan dingin “silahkan duduk nona Tainaka” ujar Ibu guru Sawako “ya” ‘tik tok tik tok’ suara jam yang berada tepat di atas papak tulis kelas itu telah menarik perhatian Ritsu, “Tainaka-san bisakah anda katakana kapan jaman jomon itu daripada bengong saja!” Tegur Sawako-sensei “hm… kalau tidak salah… kurang lebih pada + 10750 tahun sebelum masehi…”jawab Ritsu dengan malas “salah! Yang benar itu + 10750 tahun sebelum masehi!” dengan tampang puas Sawako menyalahi Ritsu “itu yang saya jawab!” protes Ritsu “eh… oh ya… haha… kok bisa bener ya?” walaupun Ritsu tidak terlalu pintar tetapi di sejarah dia itu nomor satu melebihi Mio temannya dan Mugi apalagi Yui. “Ritsu, ayo kita latihan!” ajak Mio sambil menuju ke meja Ritsu dengan membawa tas dan bass nya “hai! Ayo!” Ritsu berlari menuju Mio dengan stik drum kakaknya “hei Ricchan… bukankah itu punya Rikku?” Tanya Yui yang sedang kesusahan membawa gitarnya “eh… tahu dari mana?” Tanya Ritsu penasaran “ada tulisannya kok, Ricchan ga peka nih” suara merdu ini dating dari kanan Ritsu yaitu nyonya Mugi orang terkaya se-Jepang, rumahnya ada 20 dan semua itu ada di berbagai Negara, villa nya ada 30 dan banyak lagi “Oh ya…” “Punyamu dimana?” Tanya Mio sedikit penasaran “hehe… Hilang…” dengan tampang tak bersalah Ritsu mengatakannya kepada Mio “Ritsu!” bentak Mio dan memukul kepala Ritsu “aw.. sakit! Kau sudah memukulku berapa ratus kali!” keluh Ritsu “salahmu sendiri selalu melakukan kesalahan!” marah Mio “aku itu manusia! Jadi tentu saja aku membuat kesalahan!” balas Ritsu “sudahlah kalian berdua… Ricchan mungkin banyak melakukan kesalahan” kata Yui menenangkan kedua sahabat itu “Betul!” dukung Mio “apa?!” selak Ritsu “tetapi… Mio juga pasti punya salah…” lanjut Yui “Nah tuh betul! Bagus Yui!” kata Ritsu dengan senang “Yui!” bentak Mio “semua orang pasti punya kesalahan karena itu disebut manusia, bila mereka tidak mempunyai kesalahan berarti mereka itu bukan manusia, dan kalian adalah sahabat ku jadi aku tidak mau kalian bertengkar sampai begini lagi ya” jelas Yui “tumben Yui bicaranya ada maknanya” semua mengomentari Yui “hiks… padahal aku sudah baik…hiks” tangis Yui “eh… betul betul… Yui hebat ya!” “ayo makan kue” Mugi member kue terbaru kepada yui dan kedaan baru tenang. Sesampainya di ruang klub mereka berlatih lagu baru mereka, walaupun hanya lima menit saja “Oke semua ada yang harus kukatakan” kata Mio “Mio-chan?” Tanya mugi “kita akan mengadakan Training camp” ujar Mio “benarkah Mio-senpai?” Tanya Azusa adik kelas mereka yang bermain gitar sama dengan Yui tetapi kemampuannya lebih baik dari pada Yui “Villa nya akan aku siapkan!” Mugi mengajukan diri “Mugi! Terima kasih banyak!” senyum Mio ke Mugi “dengan senang hati” balas Mugi “semuanya setuju ya! Tapi kali ini bukan main-main! Tapi benar-benar latihan!” tegas Mio “setuju!” tambah Azusa “bukankah kalian yang paling banyak main?” Tanya Ritsu “oke ayo lanjutkan latihan kita!” bantah Mio “a… ayo !” Azusa mendukung “Mio-chan, bukanah kita boleh pulang? Aku sudah capek nih.. Ui kasihan menungguku terus” ujar Yui menarik-narik baju Mio “aku baik-baik saja kok kak” Ui tiba-tiba saja masuk ke ruang klub bersama Nodoka “Ui? Ada apa?” Tanya Yui “aku um…. Hanya khawatir sama keadaan kakak saja” jawab Ui malu-malu “Nodoka-chan, ada apa?kue?” Tanya Mugi dengan lembut dan menyodorkan kue kepada Nodoka “hanya mengecek Yui saja haha” jawab Nodoka sambil menerima kue dari Mugi “semuanya terlalu peduli dengan Yui” kata Azusa dengan muka murung “Azu-nyan kenapa?” Yui mengagetkan Azusa dari belakangnya “tidak apa apa Yui-senpai…” jawab Azusa “Baiklah ayo kita lanjutkan, kapan training camp nya?” Tanya Mio “Minggu depan!” teriak si ketua klub yaitu Ritsu “Ritsu!” Mio memukul kepala Ritsu lagi “Mioooo ini sudah yang ke dua kalinya hari ini!” tangis Ritsu “dan akan menjadi tiga kali kalau kau ngomongnya asal-asalan!” tegur Mio “Mio-chan, Minggu depan juga bagus” bujuk Yui “Mugi?” Tanya Mio “Minggu depan…. Bisa kok! Tinggal diatur saja!” semangat Mugi “bukan itu!” selak Mio “jadi minggu depan ya… bisa…” pikir Azusa “Azusa juga? Ya sudahlah” kata Mio dengan tampang capek ‘tok tok tok’ “permisi, apakah masih ada orang?” terdengar suara dari depan pintu “siapa?” Tanya Ritsu “bisakah saya masuk?” Tanya orang itu lagi “Baiklah” Ritsu membuka pintu pelan-pelan “siap…” belum selesai menyelesaikan kata-katanya Ritsu sudah kaget tidak menduga siapa yang ada di seberang pintu “kakak? Ada apa?” Tanya Ritsu kepada kakaknya yang berada di depan pintu “ah… tidak apa-apa hanya mau jemput kamu saja” jawab Rikku kakaknya Ritsu pelan-pelan “jemput?... mustahil! siapa kau? Apa yang kau lakukan pada kakak jelek ku!” tangis Ritsu “Siapa yang jelek?! Aku memang datang menjemputmu karena kakimu sedang sakit! Apa?! Ada masalah?!” bentak Rikku “oh, tak disangka kakak nya Ritsu baik hati juga” kata Mio “Kakiyama kau tadi bilang apa?” Tanya Rikku dengan sinis “Akiyama! Bukan Kakiyama memang aku rice cooker?” marah Mio “ah! Rikkun apa kabar?” Tanya Yui sambil berlari kea rah Rikku “hee Yui benar-benar dekat dengan kakakku ya?” tany Ritsu “kakak!” jerit Ui “kenapa Ui?” Tanya Yui “kenapa dekat-dekat dengan kakaknya Ritsu-senpai?” tangis Ui “Ui… jangan khawatir” tawa Yui “ah Rikkun, um… etto… um…” Tanya Yui ke Rikku dengan wajah merah seperti tomat “sudah kuduga Yui-chan suka sama Rikku-senpai, berjuanglah Yui!” teriak Mugi “Rikkun…” lanjut Yui “ayo katakan! Ajak dia kencan!” semangat Mio “boleh aku minta nomor telefon…um…” gugup Yui “siapa?” Tanya Rikku kebingungan “ayo katakan Yui-senpai!” semangat Azusa “kakak” tangis Ui “nomornya … nomornya Yuu-senpai!” teriak Yui, semua orang terpana karena tidak mengira Yui akan menyebutkan Yuu “ada yang memanggilku?” Yuu keluar dari belakang Rikku “Yu… Yuu-sen… pai…” muka Yui memerah bagaikan lahar yang menyala “Ah Yui-chan, aku menunggumu dari tadi tapi kamu tidak keluar-keluar juga jadi…… lupakanlah, aku mau ke took dulu, mau ikut? Katanya kamu mau masak” ujar Yuu sambil memegang tangan Yui “I…iya… hehe” jawab Yui tersipu malu “jadi karena ini kakak membantuku memasak kemarin… tak apalah kalau sama Yuu-senpai aku percaya” senyum Ui melihat kakaknya bahagia “Yui-chan ayo” ajak Yuu “Yuu-senpai tung…” “jangan panggil senpai dong, aku terlihat kayak orang tua” “Yuu..-kun…” jawab Yui “nah begitu dong” senyum Yuu “Ui kamu ga ikut?” Tanya Yui “aku mau main ke rumah Azusa kita ada tugas” kata Ui “eh? Kita ada tugas apa?!” kaget Azusa ‘tuk’ pukul Ui dengan lemah lembut “bukan kah kita ada tugas? Jangan dilupakan dong A-ZU-SA” dengan tampang menyeramkan Ui mengingatkan Azusa”ya…” jawab Azusa ketakutan “ya sudah aku duluan ya!” kata Yui “tunggu, Yuu kalau mau nanti ikut training camp saja sekalian belajar sama Yui” ujar Mio “benarkah? Yay! Aku bisa lebih dekat dengan Yui dong” “dua-duanya itu kalau ngomong ga pake malu ya” ujar Ritsu “selamat Yui-chan”ujar Mugi. “Kita harus segera pulang nih, bye-bye” ujar Ritsu. Sesampainya di rumah Ritsu masih memikirkan kelakuan baik kakaknya yang telah ia lakukan sejak tadi pagi ‘tidak seperti biasanya… Rikku begitu peduli denganku… mengantarku ke UKS, ke kelas, dan menjemputku… padahal dia kan paling malas bertemu denganku…’ pikir Ritsu ‘tok tok tok’ “siapa?” Tanya Ritsu “Aku Rikku” setelah mendengar kata itu Ritsu terbangun dari tempat tidurnya dan langsung membuka pintu “Rikku-nii? Ada apa?” Tanya Ritsu penasaran “hanya mau menanyakan boleh aku ambil stik drumku kembali?” tanya Rikku dengan pelan “oh ya maaf… eh sekarang jam berapa kak?” Tanya Ritsu “jam 17.50 kenapa?” Tanya Rikku cemas “aku belum masak! Kenapa tidak mengingatkanku?” jerit Ritsu “Aku sudah masak kok, tenang saja” tawa Rikku, ayo makan. Saat makan malam Ritsu tidak menyentuh makanannya sama sekali “Ritsu kalau ga dimakan aku yang makan nih! Aku sudah susah-susah bikin!” kesal Rikku “…..” Ritsu tidak membalas apapun “hey, Rits kenapa? Lagi sakit? Atau ga enak? Satoshi bilang enak” Tanya Rikku dengan sangat cemas “….” Ritsu tetap saja tidak menjawabnya “hey, kau ga apa-apa?” Tanya Rikku semakin cemas “kenapa? Kenapa kau tiba-tiba bersikap baik padaku?” Tanya Ritsu yang tiba-tiba saja menangis Rikku hanya terpana oleh adiknya karena dia tak pernah melihat adiknya menangis lagi selama lebih dari enam tahun “kenapa… kenapa aku… merasa begitu sedih? Kenapa aku merasa seperti kehilanganmu? Kehilangan dirimu yang sesungguhnya? Kenapa?” Ritsu menangis dan Rikku memeluk adiknya dengan erat, Rikku sendiri juga bingung apa yang harus ia katakana untuk menenangkan adiknya dan akhirnya dia memberi pelukan hangat yang sering ia berikan pada Ritsu untuk menenangkannya saat mereka kecil,dan Ritsu pun langsung tertidur karena lelah, Rikku pun menggendongnya ke kamarnya, menaruhnya di atas tempat tidur, dan menyelimutinya dengan selimut kesayangan Ritsu sama seperti yang ia lakukan saat mereka kecil dahulu “selamat malam Ritsu” Rikku member kecukapan di dahi Ritsu tanda rasa kasih sayangnya kepada Ritsu selama ini. Keesokan harinya Rikku membangunkan Ritsu, saat masuk ke kamarnya Ritsu ternyata sudah bangun dengan muka capek “kak….” Ritsu tak dapat berkata karena kejadian memalukan malam itu “haha kau menangis seperti bayi kemarin!” tawa Rikku terbahak-bahak “sa…salah kakak sendiri!” bantah Ritsu “kok aku yang salah?” Tanya Rikku setengah tertawa “ya…yang penting kakak yang salah pergi dari kamarku!” teriak Ritsu mengusir Rikku dari kamarnya dengan cara melempar bantal ke arahnya “haha, bayi!” ejek Rikku lagi “berisik!” teriak Ritsu dan menutup pintunya sekeras mungkin “kakak…” Ritsu mengingat kejadian kemarin dan bingung dengan kakaknya dan mulai menangis lagi. “Ritsu ayo cepat! Kasihan Satoshi nanti telat!” teriak Rikku dari lantai bawah “ba…baik” Ritsu menghapus air matanya dan mengabil tasnya . Sesampai di sekolah Ritsu langsung masuk ke kelas dengan tampang lesu dan sangat mengantuk karena di memikirkan kakaknya semalaman hingga susah tidur. “Tainaka-san! Tainaka-san! Bangun!” teiak Sawako-sensei “ah Sawa-chan… kue Mugi hari ini enak loh…” Ritsu mengigau dan kembali tidur “Ritsu!” pukul Mio “Terima kasih Akiyama-san” kata Sawako-sensei “Mio!” Ritsu marah-marah, tawa satu kelas meledak melihat tingkah laku Ritsu yang sangat lucu, akhirnya Ritsu pun malu sendiri dan dikeluarkan dari kelas “cih! Sawa-chan tidak mengerti rasa persahabatan!” keluh Ritsu tetapi makin lama dia merasakan badannya semakin berat dan mulai merasa pusing “kak….” ‘mungkin aku kecapekan karena tadi malam aku tidak tidur dan memakai baju tipis, padahal sudah mau musim dingin’ pikir Ritsu yang mulai terlihat pucat. Tak lama kemudian Rikku muncul bersama teman-temannya Yuu, Rio, dan Tsumuji. Karena mereka sudah kelas tiga jadi istirahat mereka dimajukan dan pulang lebih lama “eh? Bukankah itu adikmu? Kok terlihat pucat sekali?” Tanya Rio “iya ya” jawab Rikku, “oi, Ritsu kenapa di luar pasti bikin masalah lagi ya?” Tanya Rikku dengan tawa dan ejekan “oi Ritsu!” Tanya Rikku lagi “….kak….” Ritsu mengangkat wajahnya kearah kakaknya dengan muka lemas, lesu, dan tak berdaya ‘kenapa semuanya menjadi samar-samar? Apa itu kakak?’ pikir Ritsu “hey, Ritsu, Ritsu!” tiba-tiba saja Ritsu pingsan di pelukan Rikku “Ritsu! Ritsu!!!” ‘Dimana aku? Tunggu, ini seperti bau UKS’ “Ritsu…” Rikku memegang erat-erat tangan Ritsu “Rikku-nii chan…” ujar Ritsu pelan-pelan “ah Ritsu, akhirnya kau siuman juga” Rikku langsung memeluk Ritsu erat-erat “onii-chan, aku tidak dapat bernafas” ujar Ritsu “ah maaf, kamu ngapain saja sih sampai ga makan, kecapekan,kamu begadang?” marah Rikku “memang apa urusanmu?” balas Ritsu, Ritsu pikir bila dia menjawab Rikku dengan kata itu mereka bisa lebih akrab lagi karena kalau mereka sedang berantem, mereka sedang menunjukkan rasa kasih sayang mereka walaupun dengan cara yang berbeda tetapi mereka tidak pernah menganggapnya serius dan dipendam di hati, tetapi kali ini, tidak seperti yang Ritsu inginkan “aku hanya berusaha peduli denganmu, apakah itu salah? Kalau iya, kau tak usah berbicara denganku lagi!” Rikku berjalan keluar dari ruang UKS “aku tak ber…” “tak usah berbohong!” bentak Rikku sambil menutup pintu dengan sangat kesal “aku tak bermaksud seperti itu….” Air mata Ritsu pun mengalir karena ini adalah pertama kalinya ia melihat kakaknya marah seperti itu, dia merasa sangat bersalah atas kejadian ini, tapi apa mau dikata, kejadian yang sudah terjadi tak dapat terulang lagi walaupun kau berusaha sekeras apapun. Minggu depannya Ritsu dan Rikku masih tetap bermusuhan tetapi tidak ada yang tahu mengapa dan tidak ada yang berani bertanya pada mereka, untuk menyegarkan suasana Azuko, Rio,Tsumuji dan Yuu turut mengikuti training camp ini. “Ricchan, oper ini ke Rikkun” Yui meminta tolong Ritsu karena tangan Yui sudah kepanasan karena mangkuk yang dia pegang untuk Rikku begitu panas “huh! Siapa yang, mau member makanan seenak itu untuk orang seperti dia?!” ujar Ritsu dengan tampang kesal “maksudmu apa sih?!” Rikku yang sedang berbicara dengan Yuu itu langsung marah-marah dengan tingkah laku Ritsu yang kelewat batas “kamu kira kamu tuh siapa?!” marah Rikku “siapa yang suruh ikut?! Ga ada deh kayaknya seingat aku yang diajak cuman Yuu, Rio, Azuko, dan Tsumuji! Ga ada yang ngajak kamu!” bentak Ritsu “sudah-sudah tak usah dipikirkan lagi, lebih baik kita makan saja, makanan itu jangan dibuang-buang, setelah ini kita akan…” belum selesai menyelesaikan kalimatnya Rikku dan Ritsu sudah membalas “ga ada yang bernanya tentang pendapat Ibu!” teriak kedua kakak beradik itu bersamaan “heh! Jangan meniru ku! Siapa yang menirumu?! Diam!” kedua anak itu keluar dari ruang makan dan masuk ke kamar yang telah disiapkan. “Sekarang apa? Sawa-chan saja dibuat nangis” ujar Yui cemas terhadap kakak beradik itu “Yui-chan benar, kalau dibiarkan mereka bisa terpecah belah, kasihan Satoshi kan?” tambah Yuu “Yuu pintar ya…” puji Yui memeluk tangan Yuu “Yui…” jawab Yuu dengan senyum “tidak ada waktu untuk saling bermesraan! Kita harus memikirkan cara untuk membuat akur mereka berdua! Sensei! Ada ide?” Tanya Mio “kita bawa mereka ke tempat yang mereka tidak ketahui dan kunci mereka di sana! Dan bunuh mereka hidup-hidup!!” ujar Sawako “jangan pernah mendengarkan ide gila guru kita ini!” teriak Mio penuh semangat, “tetapi ide itu bagus juga….” Jawab Azuko “jangan terlalu berbahaya” ujar Mio “kyaaaa” teriak Mio “hey, Azusa… dia kenapa?” Tanya Azuko ke Azusa “Mio-senpai sedang membayangkan saat mereka membeku karena ditinggal karena ide gila Sawako-sensei” jawab Azusa “wow serem ya” “betul sekali.” Di saat yang bersamaan Ritsu sedang berjalan-jalan memikirkan kejadian tadi ‘apa aku sudah terlalu berlebihan? Bukankan aku yang salah? Kenapa mengatakan aku yang salah itu sangat susah? Padahal hatiku sudah ingin mengatakannya, tetapi aku takut bila Rikku-nii belum mau memaafkanku…’ tiba-tiba saja badai salju datang menerpa Ritsu “Tolong! Tolong!” jerit Ritsu ‘tolong! Tolong! Yang ada di pikiranku hanyalah satu orang saja, seseorang yan selalu dapat kuandalkan selama ini sejak ku kecil dulu hingga sekarang…’ “Rikku! Rikku! Rikku!” jerit Ritsu setengah sadar “Ritsu! Ritsu! Pegang tanganku! Di sana ada gubuk kecil yang cukup kuat, ayo kita kesana!” ‘Rikku… terima kasih’ Rikku menggendong Ritsu yang sudah pingsan tidak dapat menahan dinginnya salju tanpa pakaian yang cukup tebal untuk melindungi tubuh Ritsu. ‘Sungguh memalukan aku sudahdua kali pingsan dan diselamatkan oleh orang sama, yaitu… kakakku sendiri’ pikirku dan perlahan kubuka mataku ‘begitu hangat, apakah ini surga? Tetapi dingin tetapi hangat, aku tak tahu apa kata yang dapat menyesuaikan rasa yang kurasakan ini’ “Rikku?” saat kubangun kurasakan dekapan hangat yang hanya satu orang di dunia ini yang akan memberikannya padaku yaitu… “Rikku?!” ku sangat kaget dengan apa yang ada di depan mataku, Rikku sekali lagi menyelamatkan nyawaku dan aku dipeluknya dengan erat dan diselimuti oleh kain-kain yang ada di tempat itu “ah Ritsu, sudah siuman” Tanya Rikku “i..iya” aku malu untuk mengatakannya tetapi, dia memang baik, dia adalah kakak yang terbaik di dunia ini “dari luas dan bentuk ruangan ini dan barang-barangnya… kuperkirakan sisa oksigen yang kita miliki adalah sekitar 70% dank arena kita berdua, masing-masing dari kita mempunyai oksigen 35%” ujar Rikku “aku tak pernah tahu bahwa kau begitu pintar…” ujar ku, dia hanya tertawa kecil saja tetapi tawa itu berbeda dia seperti menahan tawanya, dia terdengar seperti kesakitan… “Rikku kenapa?” tanyaku “tidak apa-apa kok” nafasnya terdengar terputus-putus “Rikku…?” wajahnya semakin meyakinkanku bahwa dia sedang kesakitan “Rikku kenapa? Ada yang sakit?” aku begitu cemas dan begitu kulihat dibalik selimutnya… ternyata begitu banyak darah yang keluardari tubuhnya “Rikku! Ini kenapa?!” tanyaku dengan cemas “tadi terkena kayu-kayu berterbangan dan semak-semak juga batu-batu yang melayang akibat badai tadi” dengan tampang mulai pucat karena kekurangan darah “Rikku! Bertahanlah aku akan mencoba mencari pertolongan!” aku mencoba keluar tetapi tidak bisa “aku begitu bodoh karena aku tidak memikirkan apa jadinya bila salju telah menutupi luar rumah ini, maaf ya” ujar Rikku “tidak ada waktu untuk minta maaf, maaf hanyalah tanda dari kelemahan manusia!” tegur Ritsu “tahan luka-lukamu dengan ini!” kurobek bajuku sedikit untuk menutupi lukanya “tahan sebentar lagi ya!” ujarku “tolong! SOS! Help! Tasukete kudasai! Doum! Me ayudan! Aidez-moi! Apalagi ya?” “kau lupa me-ajude, bahasa portugis” jawab Rikku “jangan banyak bicara, nanti kamu malah tambah kesakitan!” ujar ku lagi “baik Ibu Ritsu” kubalas dia dengan penuh senyuman manis yang selalu kuberikan padanya saat dahulu kala. “Aku tidak mendapatka sinyal nih, kalau kamu?” Tanya Ritsu “tidak juga…” “kenapa ini harus terjadi dengan kita? Seharusnya aku tidak marah padamu jadi hal ini tidak akan terjadi pada kita! Bodohnya aku ini!” tangis Ritsu “Ini salahku juga karena aku gampang sekali marah maafkan aku ya… Ritsu.” ‘Kulihat adikku berjuang mencari pertolongan sedangkan aku… aku hanya berdiam diri saja dengan luka-luka ini, aku tak berdaya, aku tak dapat diharapkan dan oksigen untuk kita berdua akan habis apa mungkin aku harus…’ “hey, Ritsu simpan tenagamu” “tap…tapi…””dan aku mulai berpikir oksigen yang tersisa tak dapat menolong kita berdua” ujarku “tunggu, apa yang akan kau lakukan?” Tanya Ritsu “Ada orang yang mengatakan ‘One must die to save the others’” ujarku lagi “tunggu jangan katakan kau akan” “dan ada yang mengatakan ‘let me die for you’” ujarku lagi “jangan!” “dan ada yang mengatakan ‘Because I love you more than anybody in this world’” “hentikan!” “dan juga ada yang mengatakan ‘you’re the most important person in my live, I’ll do anything for you’” “Aku tak mau mendengarkannya!” “ada juga yang mengatakan ‘You’re my little sis so” “diam!” “I’ll protect you forever’” “berhenti bicara!” tangis Ritsu “jangan menangis seperti itu, tetapi ada yang harus kukatakan, orang-orang yang mengatakan itu adalah…” “berhenti!” “aku” “kak! Kakak! Rikku-nii! Bangun! Jangan tinggalkan aku sendirian! Aku saying kakak!” tangis Ritsu “aku jugasayang padamu, kau adikku, maaf atas semua kesalahanku selama ini…” “tunggu, kau tidak terkena luka dari pohon atau batu! Kau berusaha untuk membunuh dirimu sendiri! Apa kau sadar akan hal itu?!” “Ya, sangat, jika aku mati, kau akan mendapatkan oksigen yang cukup sampai mereka datang, benarkan?” “bukan itu yang kuinginkan… yang kuinginkan adalah kau… kamu itu kakakku, itu sudah melebihi apapun!” tangisan Ritsu mungkin adalah hal terakhir yang pernah ku lihat “hey, apakah kau ingin wajah sedihmu yang menjadi hal terakhir yang pernah kulihat?” “tidak! Karena kau tidak akan mati! Aku tak akan membiarkanmu mati begitu saja!” “sudahlaj Ritsu biarkan aku mati dengan tenang” “tidak aku sudah menemukan bom kecil disini! Dulu di daerah ini dipakai untuk menyimpan senjata! Ah ketemu!” “kau mungkin pintar dala sejarah, tetapi kau tidak dapat menggunakannya ya kan?” tebak ku “aku juga belajar itu!” aku tak dapat berkata lagi dan aku hanya bisa tersenyum kepadanya saja. Pikiranku mulai melayang entah kemana dan pandanganku sudah mulai buram, apakah aku akan mati? Di sini? Sedangkan adikku berusaha keras disana? “kakak! Jangan tidur! Kita akan segera keluar dari sini!” ujar Ritsu bahagia “terima kasih Ritsu, aku bangga mempunyai adik sepertimu” “kakak…” dia memelukku erat-erat bagaikan ini adalah hal terakhir yang ia berikan padaku “ayo kita ledakkan tempat ini!” kulihat matanya tidak terlalu meyakinkan walaupun wajahnya berusaha untuk menutupinya tetapi aku tahu bila ia itu ketakutan, kupegang tangnnya erat-erat untuk mengurangi rasa takutnya itu “satu…dua.. tiga!” ‘boom’ bom itu pun meledak, putih, hangat menenangkan hatiku. “Ricchan! Rikkun! Kalian tidak apa-apa?” Tanya Yui yang sedang berlari menuju arah ledakan “Aku tidak-apa apa! Iya kan Riku-nii….” Yang kubisa hanyalah berlutut dan melihat kakakku yang berdiam saja tanpa ada gerakkan sedikitpun airmata ku mengalir tanpa henti melihatnya, walaupun yang lain mendatanginya tetapi aku hanya terpana dan tidak dapat bergerak, badanku kaku, mati rasa, tak kuat melihat hal ini, hal yang tak pernah kuinginkan untuk terjadi, yaitu melihat kematian kakakku sendiri, tak kuat ku menahan rasa sakit ini, semuanya menjadi gelap gulita, yang dapat kudengar adalah suara kakakku memanggil namaku terus-menerus yang begitu indah dan menenangkan hatiku ini mungkin untuk terakhir kalinya. “Ricchan… Ricchan…” siapa lagi itu? Aku tak ingin bangun dari mimpi indahku, mimpi pada saat-saat aku berasama kakakku dan membayangkan apa yang dapat terjadi bila kita tidak memaki satu sama lainnya, pasti akan lebih indah. “Ricchan… bangun…” ternyata Yui sedang berusaha membangunkanku “Yui” jawabku “Ricchan sudah bangun!” teriak Yui “Yui… dima…na…dia…?” tanyaku “dia? Oh Rikkun, dia ada di sana” Yui menunjuk ke tempat tidur disebelahku, itu membuatku sangat senang “Rikku-nii…” kuraih tangannya karena tempat tidur kami tidak beda jauh hanya sekitar 50 centi meter saja, “Untunglah… ya kan kakak? Walaupun dia masih belum bangun, tetapi aku dapat merasakan tangannya menggenggam tanganku erat-erat seperti yang dilakukannya beberapa waktu lalu, saat kudapat meraih tangannya ku takkan melepaskannya, sampai kapanpun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar