Kamis, 16 Februari 2012

Pengorbanan by Qurrata A'yun

Namaku Adelia, tapi lebih sering dipanggil Adel. Aku ingin menceritakan kisah ku sebelum menjadi Dokter Spesialis anak seperti sekarang ini. Dulu aku yang setiap berjalan pagi berangkat sekolah harus menempuh berpuluh-puluh kilometer melewati sungai,kaki gunung,tanah yang banyak lumpur; ayahku yang selingkuh dan pergi meninggalkan aku, adikku dan ibuku; Ibuku yang terserang penyakit kanker paru-paru sampai harus meninggal; dan usahaku dalam merawat adikku untuk bersekolah.. Sejak dulu keluargaku merupakan keluarga miskin, ayahku yang seharusnya bekerja banting tulang untuk menafkahi keluarga tetapi justru dia yang sama sekali tidak bekerja keras untuk menafkahi aku,adikku dan ibuku… Selama ini justru ibulah yang bekerja keras menjadi petani di ladang sawah orang yang gajinya Cuma 15 ribu/hari atau 450 ribu/ bulan… Kalian tahu apa yang ayahku lakukan? Dia memukul ibu,menyiksa ibu lalu mengambil uang hasil ibuku bekerja di ladang sawah orang. Tadi siang ayahku memaksa meminta uang hasil ibuku bekerja lagi “hey mana uang hasilmu bekerja aku butuh uang itu! Aku butuh untuk bermain judi” ibuku selalu menolak dan berkata “kau selalu meminta uang hasilku bertani di ladang itu untuk kamu bermain judi!. Pernahkah kamu berpikir kamu selama ini tidak pernah bekerja? Tidakkah kamu malu pada anak-anakmu?!” “berani kamu membantah suamimu sendiri! Kemarikan uangnya! Dasar istri durhaka” Setelah mengambil uangnya dia langsung bermain judi.. Aku dan adikku tidak pernah bisa mencegah perbuatan ayahku, kalau aku membela ibuku pasti dia akan ikut memukulku juga sedangkan adikku dia hanya diam terpaku sambil menangis.. Ya begitulah keluargaku, makanya aku sangat membenci ayahku… Karena hal itulah aku ingin membanggakan ibuku aku berusaha sekeras mungkin, aku tidak pernah bolos sekolah, aku selalu rajin masuk sekolah dan mengikuti semua pelajaran agar aku bisa mencapai cita-citaku dan bisa membahagiakan orang tuaku.. “adelia, ibu kasihan melihatmu untuk pergi pulang sekolah harus melewati berpuluh-puluh kilometer seperti itu” “tidak apa-apa buu, yang penting cita-cita aku bisa berhasil untuk menjadi dokter dan membahagiakan ibu” “adel, lebih baik kamu menjadi petani saja seperti ibu nak…” “tidak bu, aku juga ingin merasakan sukses, kaya, aku tidak ingin miskin terus seperti ini” “tapi percuma adel, kamu bersekolah di kampung yang pendidikannya kurang pasti kamu akan susah untuk mengejar cita-citamu itu nak” “hmm ibu yasudah kita bicarakan lain waktu ya bu”…. Aku agak kecewa dengan pernyataan ibu yang agak tidak setuju, lalu aku pamit dengan ibu dan pergi ke sekolah, selama di sekolah aku selalu memikirkan yang ibu katakan. Sampai-sampai guru ku ketika mengajar menegurku karena aku selalu melamun “adel! Kenapa kamu daritadi bengong saja? Ada masalah? Biasanya kamu tidak pernah semurung itu disekolah” “hah tidak bu saya baik-baik saja hehe” Pelajaran disekolah telah selesai aku pulang ke rumah, di perjalanan pulang aku melihat ayah berjalan dengan wanita lain yang pakaiannya sangat terbuka, ayah sangat mesra dengan dia. Hatiku kesal, mataku panas aku tidak bisa membayangkan wajah ibu jika ibu tahu tentang ini. Aku berlari cepat, sangat cepat. Aku rasanya ingin berontak dan teriak melihat kelakuan ayahku. Sampai di rumah aku, aku tidak menyangka ibu tumben pulang cepat ‘assalamualaikum bu..” “waalaikumsalam,adel sudah pulang ya?” aku tidak kuat melihat wajah ibu, aku langsung lari ke kamar. Ibu menghampiriku dia bertanya padaku “adel kamu kenapa? Kok nangis habis pulang sekolah? Ada masalah sama teman?” adikku menyaut dari belakang “iya kakak, kakak cerita aja” “ibu aku ceritakan tapi ibu janji ya tidak akan sedih?” “iya adel cerita aja nak”.. Aku menceritakan semua dari awal, aku melihat mata ibu, mata ibu berkaca-kaca. Aku tahu ibu sangat sakit hati… Aku dan adikku langsung memeluk ibu, rasanya aku dan adikku tidak mau melepas pelukan ibuku.. Aku dan adikku tertidur dipelukan ibu, kami akhirnya dibangunkan oleh ibu dan ditidurkan di kamar masing-masing, tengah malam aku terbangun karena mendengar suara ibu dan ayah bertengkar, aku mengintip dari belakang pintu kamar, ibu dan ayah bertengkar di depan kamar mereka… Aku dengar ayah menampar ibu, aku menangis aku menahan tangisanku agar adikku tidak terbangun. Ingin sekali aku memaki ayahku yang sikapnya telah kurang ajar pada ibu. Aku benci ayahku. Aku dengar ayah berkata “alah… susah ya bicara sama istri kampung kayak kamu gini! Lebih baik aku cari istri lain yang lebih bagus penampilannya daripada kamu” ayah pun pergi mengemasi barang-barang dan pakaiannya dia pergi ke rumah perempuan yang aku lihat ketika pulang sekolah tadi. Ibu duduk sujud di depan rumah dia menangisi kepergian ayah bukan karena merasa bersalah, ibu menangis sedih karena suaminya sendiri lebih memilih perempuan lain daripada mengurusi istrinya sendiri dan 2 anaknya.. 5 tahun sudah kepergian ayah, ibu menjadi lebih pendiam dan lesu semenjak ayah pergi aku tidak pernah berani menanyakan kemana ayah pergi, tapi tiap adikku bertanya “ibuu ayah kemana sih bu? Kok gak pulang-pulang ya bu?” Ibu pasti menjawab sambil senyum palsu “ayah kamu lagi nyari kerjaan di luar din” adikku hanya mengangguk-angguk jika ibu sudah bicara seperti itu.. Ibu sakit-sakitan, aku mengajak ibu pergi ke dokter ibu tidak pernah mau. AKhirnya setelah ibu aku paksa habis-habisan akhirnya ibu mau ke dokter setelah aku dan adikku memaksa beliau. Di puskesmas kami mengambil nomor urut, kami mengantri selama 20 menit akhirnya sekarang giliran kami. Setelah ibu diperiksa, dokter berkata dengan kecewa “maaf, ibunya nak delia, setelah saya diagnosa, ibu anda menderita kanker paru-paru” aku terkulai lemas, ibu memasang wajah tegar dia berbisik kepadaku ‘adel, gak papa ibu Cuma sakit biasa. Dokternya agak berlebihan” aku tau ibu hanya ingin menyembunyikan perasaan gelisahnya. Kami pulang dan tidak ada yang bicara semua diam, akhirnya adikku memecah kehingan dia bertanya “ibu masak apa di rumah” aku tau di rumah sudah kehabisan makanan, uang untuk membeli sayur pun tidak ada Aku membisikka adikku agar ia bisa menahan lapar sehari dan tidak mengeluh pada ibu, ibu duduk gelisah, aku merasakan apa yang ibu rasakan.. Sudah jam 12 malam aku menyuruh ibu supaya lebih memedulikan kesehatan ibu “bu, tidur saja ibu janagn memikirkan aku dan Dina lagi bu” “nak, kalau ibu sudah tidak ada lagi rawat adikmu baik-baik nak” “ibu! Apa lah yang ibu bicarakan?! Tidak baik bicara seperti itu ibu tidur saja” “adel.. ibu ke kamar dulu yaa” “iya bu..” Akupun ikut tidur juga akhirnya menyusul ibu tidur…. Esoknya aku bangun untuk solat subuh, aku berdoa agar keluarga kami bisa mempunyai uang cukup untuk makan dan ibu tidak sakit-sakitan lagi.. Aku pun membangunkan Dina untuk solat subuh akhirnya kami berdua pun membangunkan ibu, pertama kami memamnggil bu tapi ibu tidak mendengar, lalu adikku panggil lagi ibu tetap tidak dengar, aku tahu ibu past bercanda “ibu hahaha ibu bercandanya gitu banget ibu jago acting hahaha” “iyaa ibu jago acting hahaa” ibu tidak memperlihatkan reaksi, aku mulai takut. Aku menggoyang-goyangkan tubuh ibu dia tidak bangun dina mulai takut juga.. Ketika aku menyentuh nadi ibu di pergelangan tangannya ternyata ibu sudah meninggal.. Aku menangis, sakit, dadaku sesak. Dina merasakan juga yang aku rasakan.. Besoknya ibu dikubur, aku menangis di depan kuburan ibu aku tidak bisa hidup tanpa ibu, dina teriak-teriak takut karena kehilangan ibu. Aku mulai berdiri, menghapus air mataku, membantu Dina berdiri. Dina tersentak, aku berbicara kepada Dina “dina, kita harus tegar kita tidak boleh hanya menangisi kepergian ibu. Kakak Adel sudah 17 tahun, kamu sudah 10 tahun. Kamu kemasii barang-barang kamu kita pergi ke kota sekarang” “hiks..hiks… i…iya kak hiks” Aku dan Dina sudah mengemasi pakaian-pakaian kami, kami mempunyai sisia uang di tabunga 30 ribu, cukup untuk naik bus ke kota dari kampung. Sebelum pergi kami ke kuburan ibu, kami izin ingin pergi dan saat aku dan Dina sudah sukses aku akan kembali untuk ibu.. Aku dan Dina sudah sampai di Jakarta, kami beristirahat di terminal. Dina bertanya padaku “kak, habis ini kita mau kemana?” “kakak mau jadi pembantu sementara di komplek-komplek orang kaya supaya kita bisa beli kontrakan dan melanjutkan sekolah kamu” “ohhh gituu kak, ok kak” “kakak peri dulu ya kamu tinggal disini. Jangan pergi kemana-kemana” “iya kak daahhh kak “ “daahh Din”. Aku pun pergi ke komplek-komplek yang banyak sekali rumah-rumah orang kaya, aku pergi ek segalah arah sudah ada pembantu semuanya, tinggal satu rumah. Aku pun mendatangi rumah itu. Aku ditanya oleh satpam rumah itu yang berwajah sangar tapi bicaranya lembut “ada apa dik kamu kesini?” “saya mau menawarkan jasa saya, saya bisa menjadi pembantu disini saya bisa apa saja saya akan melakukan apa saja” ketika aku sedang berbicara keluarlah nyonya rumah disitu yang ternyata seorang nenek-nenek. Dia menghampiriku “benar kamu bisa apa saja? Tetapi kamu harus tinggal disini tidak boleh pulang ke rumah” “iya bu! Saya mau saya sanagt mau! Tetapi maaf bu saya berdua dengana dik saya dia masih 10 tahun” “lalu kemana adik kamu itu cu? Kamu Cuma sendiri disini sekarang” “dia saya tinggal di terminal bu” “kamu meninggalkan anak kecil di terminal? Kamu tidak takut dia diculik? Cepat kesana sekarang! Jemput adik kamu” “iya saya permisi bu nanti saya kembali lagi sekali lagi makasih bu” aku pun sujud di kaki nyonya itu. Dia sangat berhati mulia. Di terminal aku melihat adikku dia masih menungguku aku menghampirina cepat-cepat “Din!! Kakak dapat kerjaan! Kita bisa tinggal dirumah nyonya tua itu” “hah? Yakin kak? Yeeeeyyyy!!” “ayo cepat” “ayo kak” akhirnya kami pun sampai di rumah nyonya tua itu, aku langsung mengganti bajuku dan diajak berbicaraoelh nyonya tua itu “kenapa kamu kejakarta? Dan padahal kamu masih muda kamu masih bisa bersekolah atau berkuliah “ya memang saya masih muda, saya ingin sekali bisa menjadi dokter nyonya, maka dari itu saya blajar mati-matian sejak kecil, tapi keadaan keluarga saya yang miskin, ayah pergi dari rumah dan….” “dan apa nak?” “dan ibu saya yang sudah meninggal kemarin” “kamu masih mau bersekolah? Dan adik kamu juga butuh sekolah” “mau bu sangat mau tapi saya tidak bisa bersekolah lagi” “loh?kenapa?” “saya tidak punya uang bu untuk bersekolah dan melanjutkan sekolah adik saya” “masalah uang ibu yang urus kamu yang penting sekolah yang rajin dan benar”.. Sejak saat itulah aku dan adikku bisa bersekolah lagi, dan cita-citaku menjadi dokter spesialis anak pun tercapai. Aku dan adikku pulang ke kampung selama sehari dan pergi ke kuburan ibu.. Sampai situlah ceritaku.. oh,iya jangan pernah berputus asa teruslah berusaha.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar