Rabu, 08 Februari 2012

Cinta dalam Potongan Brownies by Danil

Salma menarik nafas dalam. Pikirannya kosong menerawang ke langit. Dua mata pelajaran hari ini menguap begitu saja. Bahkan sampai di jam terakhir, tidak ada satupun materi yang berhasil masuk di otaknya. Otaknya semuanya kosong. Itu adalah karena Tora, si murid baru pindahan dari Bandung yang hari ini pertama masuk kelas, langsung dapat respon menakjubkan dari para gadis. Kehadiran Tora di kelas Salma semenjak seminggu yang lalu, telah membuatnya menjadi gadis yang sangat aneh. Membuat rasa laparnya tiba-tiba hilang, ketika melihat sosok lelaki berparas lucu itu. Ini juga terbawa sampai di rumahnya. Hingga membuatnya jadi insomnia stadium satu, sampai tembok dalam kamarpun berisi wajah-wajah Tora Hm… gejala apa ini? Entahlah, Salma sendiri tidak tahu. Mungkin bukan hanya dia saja yang mengalami perasaan itu, tapi semua gadis di sekolahnya. Bagaimana tidak. Tora itu wajahnya cakap, tinggi besar dengan kedua alis mata tebal, hidung tinggi tegap, serta tatapan mata elang yang menukik sampai ke jantung. Ibarat bunga. Dia wangi dan mampu menebarkan aroma sedap ke setiap lubang hidung. Kalau saja Tora itu lelaki yang biasa-biasa saja, mungkin perasaan Salma tidak akan segelisah seperti sekarang ini. Yang sekarang jadi masalah adalah hampir semua gadis di SMU Bintang, mengaggumi, menginginkan, bahkan mengharapkan untuk bisa menjadi pacar Tora. Kemudian, jika sudah begini, kesempatan untuk Salma dekat dengan Tora tentunya sangat sedikit. Dan atas usaha dan kerja kerasnya, akhirnya Salma bisa dekat dengan Tora. Tapi hanya sebatas dekat saja, belum sejauh seperti keinginannya, untuk bisa menjadi yang terbaik dari gadis – gadis lain dan dipilih Tora sebagai pacar. Ternyata, kedekatan itu bukan hanya dimiliki Salma. Ada satu gadis lagi dikelas yang juga dekat dengan Tora. Dia adalah Flo, gadis manis yang juga punya keinginan sama dan tergila-gila ingin dipacari Tora. Siang itu, ketika matahari masih tegap menampakan seluruh wajahnya. Tora memanggil Salma. Salma teramat gembira. Ada apa ini? Tidak biasa-biasanya Tora memanggil dan mengajaknya bicara empat mata. Mereka lalu bertemu di taman belakang sekolah. Tora sengaja memilih tempat itu karena di sana tidak ada banyak murid yang bisa mendengar obrolannya. Ini rahasia! “Aku mau bicara sama kamu”, kata Tora mengawali pembicaraan. Salma menahan napas sampai hidungnya kembang-kempis, sembari menenteramkan setiap debaran jantung yang terus bergerumuh. Apakah tora akan memilih aku jadi pacarnya? Batin Salma mulai mengkhayal. “Kamu mau jadi pacar aku nggak?” Tanya /Tora mengagetkan Salma. Kata-kata itulah yang selama ini ditunggu Salma. Salma sampai tidak bisa jawab dan kaget. Kalau posisinya berdiri, mungkin Salma sudah sempoyongan dan jatuh ke dalam selokan di depannya. Tora tahu, pasti Salma ingin sekali. gadis mana, yang bakalan menolak? “tapi boleh tidak, kalau sebelumnya, aku minta syarat?” ujar Tora melirik kearah Salma yang mukanya jadi berubah seperti bunglon. Bilang aja, apa syaratnya. Demi untuk kamu, apapun akan aku lakukan! Demi cinta, orang akan malakukan segalanya. Bandung Bondowoso saja membuatkan 1000 candi hanya dalam satu malam itu karena kekuatan sebuah cinta. Cinta pada putri Loro Jonggrang, batin Salma menggebu-gebu. “apa itu?” Tanya Salma tidak sabar. Sedetik rasanya sehari. Begitu lama, sebelum Tora menjelaskan apa syaratnya. Menjadi pacar Tora adalah sebuah anugerah terindah yang jarang bisa dimiliki oleh gadis – gadis lain. Semoga itu hanya akan menjadi milik aku, batin Salma. “Aku minta sepotong kue Brownies,” kata Tora “Brownies?” “Ya…” Sebuah kekuatan tiba-tiba datang membuat Salma mampu menatap tajam kearah Tora. Pandangannya sulit ditebak. Bunyi desah napas menggaung, mengisi setiap ruang. Permintaan Tora sepertinya mengada-ada. Kenapa hanya untuk membuktikan sebuah cinta, dia meminta kue Brownies. Kedengarannya sangat aneh. Tapi Salma harus menyanggupi. Karena ia sudah janji, apapun syarat itu, ia akan lakukan. Kalau hanya kue brownies saja, apa susahnya? Banyak sekali toko roti di kota ini yang menjualnya. Salma bisa membeli kapan saja dia mau. *** Dua hari berlalu. Saat dimana Tora harus menagih janjinya, meminta sepotong Brownies pada Salma. Apakah Salma bisa memenuhi persyaratan itu? Salma sengaja datang pagi-pagi ke sekolah. Ia berjalan dengan langkah lain dari biasanya. Tapi wajahnya sedikit agak terlihat resah. Karena sejuta perasaan sedang bekecamuk dalam dadanya. Apakah permintaan Tora, atas sepotong Brownies yang sekarang dibawahnya dalam tas itu, akan mendapat respon baik? Di dalam kelas ternyata sudah ada Flo, cewek yang membencinya, karena menganggap Salma sebagai saingan. Salma kaget dan tidak menyangka Flo sudah datang duluan pagi itu. Hal yang tidak biasa! Tiba-tiba mata Salma tertuju pada sebuah kotak panjang di atas meja Flo. Flo sengaja membuka kotak itu dan beberapa kali mencium aromanya yang wangi. Tentu saja wangi, ia telah mengeluarkan cukup uang untuk membayar Brownies itu di toko langganannya. Dug! Jantung Salma seperti berhenti berdetak. Brownies? Kenapa Flo membawa Brownies? Untuk apa? Apakah ini hanya sebuah kebetualan, atau… “lihat saja, sebentar lagi, Tora akan menjadi milik aku,” kata Flo. Salma yakin ucapan Flo yang keras itu bukan ditujukkan pada Santi yang ada di sebelahnya, tapi lebih pada Salma yang duduk beberapa meter dari tempatnya. Salma adalah saingannya. Tapi saat ini, setelah Brownies itu, tidak akan ada lagi saingan. Salma akan gigit jari, karena Tora akan memilih aku jadi pacarnya, batin Flo yakin. Salma menghela napas pendek. Seribu satu tanya terus berkecamuk dalam benaknya, tentang Brownies yang dibawa Flo. Lima menit kemudian Tora muncul. Tapi Flo lebih dulu menyambutnya, sebelum Tora mengucapkan sepatah kata pun. Flo memang gadis yang agresif. Alis tebal Tora terangkat tinggi. Lalu dengan senyum manisnya yang mampu membuat gadis – gadis gemetaran, tersunggging. Sebuah keputusan besar ada di tangannya hari ini. Dia harus memutuskan untuk memilih salah satu di antara dua gadis, Flo dan Salma. Membuat sebuah keputusan pada makhluk bernama gadis adalah gampang-gampang susah. Karena gadis adalah makhluk paling sensitif dan selalu menggunakan perasaan. Halus dan lembut. Seperti Brownies, mungkin? Flo menyodorkan sepotong kue brownies yang masih tercium aromanya. Wangi, Tora membauinya dengan menarik nafas di depan kue brownies itu. Flo menahan napas, menunggu dengan cemas disamping Tora. Sementara Salma dengan pasrah menyaksikan adegan yang membuat pandangannya jadi berkunang –kunang. Dia baru tahu, ternyata Tora juga meminta brownies kepada Flo. Salma mengeluh pendek, saya bukanlah tandingannya. Pasti brownies buatan Flo lebih enak, lebih bagus, lebih menarik, dan lebih segala –galanya. Ada perasaan cemas dan kegagalan di sorot mata Salma. Dia mungkin tidak biasa memberikan sepotong brownies yang lezat seperti Flo, karena bukan buatan toko seperti milik Flo. Flo masih menunggu dengan sebuah kemungkinan yang sangat mendasar, bahwa Tora akan segera memilihnya. Tetapi, apapun itu, menunggu adalah saat yang menjengkelkan. Salma menyembunyikan resah panjang. Detik-detik terakhir pada saat mendengar sebuah pengumuman adalah saat yang paling mendebarkan. Seorang yang berpenyakit jantung mungkin bisa mati dengan tiba-tiba, karenanya. “hanya ada satu toko brownies terkenal di kota ini. Dan toko itu adalah milik tante aku.” Kata Tora tanpa bermaksud menyombongkan diri. Ia hanya sengaja mengulur panjang bicaranya. Mempermainkan setiap detik perasaan Flo. “lalu?” pertanyaan Flo menyiratkan bahwa ia sudah tidak sabar menunggu jawaban sesungguhnya dari Tora. “dan Flo pasti membelinya dari sana,” kata tora. “tentu saja sayang,” flo langsung mengangguk. Kemenangan untuk bisa memiliki Tora sudah di depan matanya. Kata-kata tora telah menggiring flo untuk berpikir, bahwa dirinya yang terbaik. Apalah arti harga brownies, dibanding rasa cinta untuk bisa memilki Tora. Berapapun harganya! “tapi aku lebih menghargai kalau brownies itu hasil buatan sendiri,” lanjut Tora. Kalimat Tora itu membuat Flo terkejut. Berdiri mematung, kemudian lemes. Ia tidak menyangka ucapan seperti itu keluar dari mulut Tora. Membuat segenap perasaannya hancur berantakan. “what?!” Tanya Flo lantang. Dia sama kagetnya dengan Salma. Salma langsung mendongakkan wajahnya tinggi. Dia masih belum percaya dengan sebuah mukjizat kecil yang baru saja didengarnya. Dia seperti bermimpi. Harapannya yang sudah dia coba tenggelamkan didasar hatinya, kembalinya muncul. Tora memang belum meminta brownies yang dibawahnya, tapi dia yakin tora akan memilihnya, karena brownies itu memang bukan bikinan toko seperti yang dibawah Flo. “aku sengaja meminta kamu sepotong brownies, dengan harapan aku tahu, apakah kamu dengan sungguh – sungguh mencintai aku dengan segenap perasaan,” kata Tora sambil melirik kearah Salma masih terduduk di bangkunya. Waktu mengalir datar. Flo geram. Dia tidak bisa menerima keputusan Tora, sampai akhirnya membuahkan sebuah dendam dalam hatinya yang paling dalam. Dia pergi begitu saja meinggalkan Tora. Tora hanya tersenyum dan melangkah kearah Salma. Salma mengeluarkan brownies dalam tas, ketika Tora mendekati tempat duduknya. Lalu dengan hatinya berbunga – bunga dia berikan brownies itu pada Tora. “Ini buatan ku sendiri,” kata Salma. Tora tersenyum. Doa yakin brownies itu sebagai tanda cinta dengan segenap perasaan. Karena Salma sudah mau bersusah payah membuatkan sepotong brownies, demi untuk memenuhi satu persyaratan cintanya. Tora memang suka sekali dengan brownies, jadi dia tahu mana brownies buatan toko, dan mana brownies buatan sendiri. Mungkin aku salah, mengukur rasa cinta sesorang dengan sepotong brownies. Tapi itulah aku, yang tidak bisa lepas dari kue yang mama sering membuatnya, pikir tora. Dan aku jadi ingat kata – kata mama sebelum meninggal, “kalau kamu cari calon istri, cari yang bisa membuat kue brownies ya..” Tanpa sadar Tora menggemgam tangan Salma. Salma bagaikan melayang ke langit. Wajah diah membayang di matanya. Sepulang sekolah nanti aku harus berterima kasih padanya, karena sudah menolong membuatkan brownies ini, hingga akhirnya Tora menjatuhkan pilihannya pada aku, batin Salma. “Hmm… ternyata brownies bikinhan kamu enak,” puji Tora sambil mengunyah cuwilan brownies di tangannya.” Dan pulang sekolah nanti, aku akan ajak kamu ke rumah, karena aku sudah sediakan bahan – bahannya, kita akan buat brownies sama – sama, oke?” “Hah?!” Salma kaget dan wajahnya langsung pias dan memucat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar