Rabu, 15 Februari 2012

Persahabatan “The Girls” by Anindya Nailaiffa Aulia

Di Jakarta, terdapat sebuah sekolah yang paling terkenal di daerah tersebut, yang bernama Apolonia School. Sekolah itu terkenal dengan suasana dan fasilitas lainnya yang begitu memadai. Suasanan yang nyaman, aman, tentram, dan sangat kondusif untuk belajar. Fasilitasnya yang sangat lengkap, mulai dari ruang kelas yang luas dengan kursi dan meja yang indah, AC yang dingin, letak ruang kelas yang strategis, serta kebersihan yang selalu dijaga, laboratorium sains dan komputer yang lengkap, sarana olah raga yang memadai, dan fasilitas lainnya, disertai taman yang rindang dan indah. Di Sekolah tersebut ada suatu kelompok pertemanan yang terdiri dari anak-anak yang exist, yaitu: Aramia, Viveca, Corrine dan Reeney. Kelompok mereka diberi nama “The Girls”. Ketua dari kelompok ini adalah Viveca. Mereka kemana-mana selalu bersama-sama dan kebetulan sama-sama dikelas 9A. Kelompok itu sangat “berkuasa” di sekolah tersebut. Hampir seluruh siswa di sekolah tersebut mengenal yang namanya “The Girls” dan siapa saja anggotanya. Memang mereka memiliki sedikit sikap senioritas kepada adik-adik kelasnya. Meskipun begitu, mereka selalu bersikap baik di depan para guru yang tujuannya agar nilai mereka tidak dikurangi hanya karena sikap mereka yang kurang baik. Meskipun mereka selalu bersama-sama dan akrab satu sama lain, bukan berarti mereka mempunyai karakter dan sifat, serta kehidupan yang berbeda. Dimulai dari Aramina. Aramina merupakan orang yang berkarakter pendiam, rajin belajar patuh terhadap orang tua dan sebagainya. Ia mempunyai sifat yang baik, jujur, setia kawan dan pengertian. Orang tuanya bekerja di bidang pendidikan, ayahnya bekerja sebagai dosen di universitas yang berkualitas dan ibunya bekerja sebagai guru matematika di SMA ternama. Kehidupannya pun enak, orang tuanya selalu memberikan apa yang dia mau, karena prestasinya. Yang kedua, Viveca. Ia mempunyai karakter yang ceria, penuh semangat dan bukan orang yang pemalas. Sifatnya agak sombong, tapi baik dan sedikit tertutup. Orang tuanya cukup berada. Penghasilannya melebihi dari cukup. Berhubung ia anak tunggal, kasih sayang orang tuanya sepenuhnya diberikan untuknya. Kehidupannya sangat nyaman, karena tidak ada yang dapat mengganggunya di rumah. Ketiga, yaitu Corrine. Corrine merupakan anak yang berkarakter manja, takut kotor, penakut dan sangat telaten terhadap barang-barangnya. Ia bersifat baik, suka menolong, suka berbagi dan murah senyum. Orang tuanya wiraswastawan. Ayahnya memiliki perusahaan sendiri dan ibunya juga membuka usaha sendiri, yang berupa salon kecantikan. Ibunya sering mengajaknya untuk melakukan perawatan kecantikan di salonya. Corrine cenderung merupakan anak rumahan. Yang terakhir, yaitu Reeney. Karakternya tomboy, keras kepala dan mempunyai percaya diri yang tinggi. Ia bersifat tidak sabaran, mudah emosi, tapi pengetian dan setia kawan. Orang tuanya merupakan atlit olahraga. Ayahnya seorang petinju dan ibunya seorang atlit loncat indah. Jadi wajar kalau Reeney selalu mendapat nilai tertinggi dalam pelajaran olah raga di sekolahnya. Ditambah lagi dengan mempunyai saudara laki-laki yang sangat dekat dengannya, ia menjadi memiliki sifat yang menyrupai laki-laki. Mereka memang sudah akrab dari awal kelas 7, tepatnya pada saat MOPD. Mereka selalu melakukan aktifitas mereka bersama-sama. Perbedaan karakter dari mereka tidak menjadikan mereka saling membenci, mereka malah menjadi satu karena perbedaan tersebut. Mereka selalu belajar bersama dihari-hari yang mereka jadualkan. Rumah Aramina memang yang paling sering dijadikan lokasi belajar mereka, karena di rumah Aramina, mereka bisa diajarkan banyak hal oleh mamanya Aramina. Mereka juga sering berjalan-jalan ke sebuah mall ataupun tempat rekreasi lainnya. Namun, waktu berjalan-jalan mereka tidak sebanyak waktu belajar mereka, karena mereka tahu bahwa mereka harus fokus terhadap pelajaran yang menentukan kelulusan mereka. Diawal-awal semester dua, Viveca mulai jarang kelihatan di sekolah. Ia sering pulang duluan, biasanya mereka berkumpul terlebih dahulu sebelum pulang, ayau pulang bersama-sama. Ia juga jarang ikut bergabung dalam kegiatan belajar bersama di rumah Aramina. Bila diajak berjalan-jalan bersama pun Viveca mempunyai alasan-alasan yang berbeda-beda. Di sekolah, diwaktu belajar, ia sering kurang fokus, sehingga nilainya banyak yang menurun. Teman-temannya yang lain pun merasa aneh dan khawatir ada sesuatu yang terjadi dengan Viveca. Maka dari itu, mereka segera mengadakan rapat kelompok. Kegiatan ini memang sering mereka lakukan jika terjadi sedikit kejanggalan pada anggota kelompok mereka. Di rapat kelompok tersebut, setiap anggota “The Girls” diminta untuk menceritakan sesuata atau masalah (jika ada) yang sedang terjadi. Viveca diminta bercerita lebih dulu, karena, dirinyalah yang menjadi tujuan diadakannya rapat kelompok kali ini. Viveca pun menceritakan masalahnya. Ternyata, yang membuat perilakunya berubah akhir-akhir ini adalah orang tuanya yang sering bertengkar. Ia pun tidak tahu masalah apa yang sebenarnya terjadi pada orang tuanya. Meskipun pertengkaran itu tidak berlangsung dihadapan Viveca, namun ia dapat mendengarnya dengan jelas dari kamarnya. Kini anggota “The Girls” pun tahu masalah yang sebenarnya terjadi pada Viveca. Mereka pun segera memikirkan solusi yang tepat. Solusi yang pertama adalah mengajaknya untuk refreshing bersama. mereka berfikiran bahwa solusi itu dapat mengurangi kesedihan Viveca. Mereka pun mengajak Viveca untuk berkunjung ke Kebun Binatang. Disana melihat berbagai macam binatang. Awalnya, mereka memang bersenang-senang dan menikmati suasana Kebun Binatang tersebut, namun tiba-tiba suasananya berubah, karena Viveca yang tiba-tiba terlihat murung. Reeney bertanya, “Kenapa Vi?”, Viveca menjawab masih dengan nada murung, “Gue sedih, dan gue bingung kenapa hewan seperti mereka saja bisa bahagia dan saling akur sama lain, sedangkan keluarga gue nggak bias kayak gitu”, sambil menatap ke kandang harimau yang di dalamnya terlihat sekeluarga harimau yang sedang bermain-main dan bercanda satu sama lain. Teman-temannya pun mengerti dan mengajaknya untuk pergi dari kebun binatang itu. Mereka pun pergi ke mal untuk melanjutkan kegiatan refreshing mereka. Sesampainya di mal, mereka segera makan di food court. Saat mereka tengah menikmati makanan mereka, tiba-tiba Viveca terlihat murung kembali. Ketika ditanyakan alasannya, ia menjawab. “Gue iri sama mereka, kenapa keluarga gue nggak bisa kayak gitu?”, sambil menatap ke keluarga yang sedang asyik berbincang-bincang di waktu makannya. Setelah menyadarinya, teman-temannya mengajaknya bermain di time zone setelah mereka menghabiskan makanannya. Di time zone, mereka segera bermain dan mengumpulkan tiket sebanyak-banyaknya yang mereka dapatkan untuk ditukarkan dengan hadiah. Saat sedang bermain dengan asyiknya, Viveca kembali terdiam. Ketika ditanya sebabnya, ia menjawabnya dengan senyum datar dan berkata, “Betapa bahagianya anak-anak itu, andai saja gue bisa kayak gitu”, sambil menatap kedua anak kecil yang sedang bermain ditemani oleh kedua orangtuanya. Teman-temannya pun menyuruhnya untuk tidak mempedulikan keluarga tersebut. Dan setelah menukar tiket yang mereka dapatkan dengan beberapa hadiah, mereka segera meninggalkan time zone tersebut dan pulang menuju rumah mereka masing-masing. Karena, mereka rasa solusi yang pertama ini, bukan membantu Viveca melupakan masalah keluarganya, tapi malah menambah Viveca teringat akan masalah tersebut. Mereka akan mencari solusi lain untuknya esok hari, karena hari ini mereka sudah cukup lelah atas aktifitas yang mereka jalani. Keesokan harinya , mereka menjalankan solusi yang kedua. Yaitu, belakar bersama dirumah Viveca. Kegiatan belajar hari itu, yang seharusnya dilakukan di rumah Aramina, diganti jadi di rumah Viveca. Mereka berfikiran bahwa mungkin dengan cara itu, Viveca bisa lebih fokus dan konsentrasi belajar. Mereka pun satu-persatu membahas soal-soal yang ada di buku paket fisika mereka. Namun, setiap giliran Viveca tiba, ia selalu salah menjawab soal-soalnya. Ia juga tidak focus setiap kali teman-temannya melontarkan pertanyaan padanya. Teman-temannya pun mulai berfikir cara itu tidak membantu Viveca untuk menjadi lebih fokus terhadap pelajaran. Lalu, setelah kegiatan belajar tersebut selesai, mereka mulai memikirkan solusi selanjutnya. Solusi mereka kali ini bukan merupakan sebuah kegiatan, melainkan memberikan Viveca lelucon-lelucon yang mereka dapatkan dari sebuah sumber, seperti buku kumpulan lelucon. Di hari itu juga, anggota “The Girls” kecuali Viveca, sepakat untuk mencari buku-buku yang berisi kumpulan lelucon-lelucon menarik. Setelah beberapa jam mereka mengelilingi beberapa toko buku di daerah tersebut, mereka pun mendapatkan beberapa buku berisi lelucon-lelucon dengan jenis yang beragam. Lalu mereka langsung menuju ke rumah Viveca untuk membaca buku-buku kumpulan lelucon yang mereka beli tadi. Mereka pun tertawa terbahak-bahak, termasuk Viveca. Saat hari mulai sore, mereka pun pulang ke rumah mereka masing-masing. Buku-buku tadi memang sudah mereka baca, namun hanya sebagian, jadi masih tersisa sebagian lagi. Mereka membaca sisa buku tersebut di rumah mereka masing-masing, dan sesekali melontarkannya di tengah pembicaraan mereka. Beberapa hari kemudian Viveca sudah mulai jarang sedih. Ia mulai kembali seperti dulu. Ia sudah jarang melamun sendiri, mulai kembali bergabung dengan “The Girls”, menjadi lebih fokus terhadap pelajaran, mulai nyambung jika sedang berbincang-bincang dengan “The Girls”. Ia pun juga lebih ceria dan kembali bersemangat. Ini semua karna semua usaha The Girls dan kesadaran dari diri Viveca sendiri bahwa, ia mempunyai teman-teman yang peduli dengannya dan sangat menyayangi serta mengkhawatirkannya. Waktu ujian pun semakin dekat, mereka harus lebih fokus dan rajin belajar. Mereka menambah waktu belajar mereka. Dari yang tiga kali seminggu, menjadi lima kali seminggu. Mereka juga mengurangi waktu bermain mereka. Ketika waktu ujian tiba, mereka dapat mengerjakan soal-soal ujian tersebut dengan mudah. Hasilnya pun memuaskan serta membanggakan. Mereka dapat masuk ke sekolah SMA favorit mereka. Walaupun mereka sangat kompak dan tidak pernah terpisah selama tiga tahun, untuk kali ini mereka harus mengambil jalan dan keputusan masing-masing, Aramina harus meneruskan sekolahnya di Perancis. Orangtuanya yang menyuruhnya, ia pun setuju. Viveca meneruskan sekolahnya di Kalimantan, ia ikut dengan ibunya. Corrine dan Reeney tetap melanjutkan sekolahnya di Jakarta, namun bukan disekolah yang sama. Meskipun mereka tidak berada disekolah, bahkan daerah yang sama, mereka tetap menjalin hubungan komunikasi yang baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar