Rabu, 26 Januari 2011

Tetangga yang Mencurigakan by Gede Satrya Wirayudha M

Dikha curiga akan tetangganya yang baru pindah itu. Rumah kosong yang ada didepan rumahnya itu sekarang sudah terisi. Menurut Anton, gerak-gerik tetangganya itu sangatlah mencurigakan. Contohnya, pada suatu malam ia pernah melihat bayangan alien dari jendela tetangganya itu. “Apakah menurutmu tetangga baru itu tidak menyeramkan? Maksudku, lihatlah rumahnya, penuh dengan barang aneh!”, kata Dikha kepada adiknya. “Aneh?aneh bagaimana?” , Tanya Surya bingung. Dikha pun melanjutkan, “Apakah kau belum pernah melihat ruang tamunya? Aku pernah melihat seekor serigala di ruang tamunya.” Surya pun tertawa terbahak-bahak “Kau ini terlalu banyak menonton film horror, Dikha.”. Esok harinya, Dikha menceritakan tetangganya itu kepada temannya, Eugene. “kau tahu kan tetangga baruku yang tinggal di depan rumahku itu?” , Tanya Dikha penasaran.

“ Hoo..hohoo.. aku tahu, pak Anton kan?”
“Ya, betul. Dia sangat mencurigakan.”
“Hah? mencurigakan?, apa iya?”
“Apakah mungkin dia seorang buronan polisi?”
“hahaha kau ini, Dikha. Tak mungkin ia seorang buronan, tampang mukanya saja begitu membosankan hahaha.”
“Tapi, aku pernah melihat seperti sosok alien di jendela dapurnya. Walaupun hanya bayangan, tapi aku yakin alien itu asli.”
“Ahh masa?”
“Iya benar!”
“Hmm.. Baiklah, bagaimana kalau kita selidiki?”
“Oke, bisakah kau menginap dirumahku?”
“tentu.”

Sepulang sekolah, Dikha pun langsung duduk di sofa dekat jendela dan memerhatikan rumah tetangganya itu. Ketika dia sedang melihat jendela rumah pak Anton, Pak Anton pun langsung melihat Dikha dengan tatapan muka yang sangar. Jantung Dikha berdebar-debar dengan sangat kencang. Ia tak pernah merasa setegang ini dalam hidupnya. Ketika Dikha sedang bersembunyi, telepon rumahnya berdering.

“Halo, dengan siapa?” kata Dikha dengan suara seperti sedang ketakutan.
“Yaa haloo.. Ini saya, Pak Anton.”
Ketika mendengar pernyataan itu, urat Dikha rasanya seperti putus.
“Y-y-yyaa ada a-apaa?”
“Betul, ini dengan Dikha?”
“ya, ini aku.”
“Saya merasa diawasi denganmu, atau itu hanya perasaanku saja?”
“Eehhmm.. Sebenrnya memang aku kebetulan tadi sedang melihat jendela bapak.”
“Oh begitu?tetapi saya merasa sedang diawasi ketat denganmu.”
“Oh kalau begitu maaf.”
“Baiklah, semoga tak terulang lagi.”

Setelah menutup telepon, Dikha langsung berbaring di kamarnya. “Apakah dia akan membunuhku?”, pikir Dikha. Tak lama kemudian terdengar ketukan di pintu depan. Dikha kaget bukan main. Ia takut bahwa Pak Anton datang untuk membunuhnya. Ketukan itu semakin keras. Dikha pun berteriak dari depan pintu “Siapa itu?”. Suara dari luar pintu terdengar “Aku akan membunuhmu, Dikha”. Dengan tanpa ragu Dikha membuka pintu, Ia mengenal suara itu, suara Eugene. “lucu sekali, Eugene” ejek Dikha. “Hey, aku hanya bercanda kan?”, balas Eugene. “Ya..ya... masuklah.”.

Ketika makan malam, Dikha dan Eugene berencana untuk menyusup ke rumah Pak Anton. Kebetulan, Pak Anton pun sedang ada acara jadi, rumahnya kosong. Jam di kamar Dikha menunjukkan pukul 20.00. “Ayo berangkat Eugene. Sebelum terlalu malam.”

Dikha dan Eugene masuk rumah Pak Anton lewat jendela yang tak pernah ditutup oleh Pak Anton itu. Mereka cukup kecil untuk memasukinya. Di dalam ruang tamunya mereka melihat berbagai jenis mahluk, dipajang. YA, DIPAJANG! “Mungkin Pak Anton membunuh mahluk-mahluk ini lalu memajangnya.” kata Eugene. Di salah satu monster-monster itu, terdapat alien yang dilihat Dikha. Mereka berdua takut setengah mati. “Dikha, bagaimana kalo kita pulang saja?aku mulai mengantuk.” kata Eugene takut, dan berbohong. “Hey! Kau kan sudah setuju, jangan cengeng dong!” tegur Dikha.

Mereka beranjak pergi ke kamar Pak Anton. Mereka terkejut melihat kamar itu. Banyak sekali poster-poster film horror yang ditempel. Poster-poster yang sangat menakutkan!

“Aku masih mau hidup, Dikha! Ayo pulang sekarang!”
“tunggu sebentar! Aku belum selesai melihat rumah ini!
“kalau begitu bolehkah aku pulang?”
“kau sudah berjanji untuk menemaniku, Eugene!”
“huufff, baiklah.”

Tiba-tiba, terdengar suara pintu membuka. “DIKHA! KAU HARUS BERTANGGUNG JAWAB BILA AKU MATI!”, jerit Eugene ketakutan. “sssttt. Kau akan membuat kita terbunuh! Sembunyi!”

Pak Anton memasuki kamarnya. “Hey, aku tahu kalian ada disini! Keluarlah” kata Pak Anton mantap. “Aku menyerah tapi tolong jangan laporkan kami atau membunuh kami”, teriak Eugene “BODOH!”, Dikha berkata dalam hati.

Setelah kejadian itupun, Dikha dan Eugene pulang. Ibu Dikha mendapat telepon dari Pak Anton yang mengatakan bahwa anak mereka telah menyusup kedalam rumah Pak Anton. Ibu Dikha kecewa mendengar anaknya bertingkah seperti itu.

“Untuk apa kau menyusup ke dalam rumah pak Anton?” bentak ibu Dikha.
“Aku hanya ingin memastikan apakah dia memang aneh, atau hanya pikiranku saja. Aku berhasil membuktikannya, aku dan Eugene melihat banyak monster-monster dipajang.”
“Monster? Jangan bercanda, Dikha!”
“Aku serius bu, Eugene saja melihatnya.”
“Aku tak peduli. Tidurlah, sudah malam.”

Dikha pun menurut saja dan langsung tidur. “bodoh!kalau saja kau tidak mengatakan ‘menyerah’ kepada Pak Anton, kita tidak akan begini!” bentak Dikha kepada Eugene. “Maaf, aku terlalu tegang untuk tetap bersembunyi.”. “Kau ini! Yasudahlah, kau tidur saja”. Tengah malam pun sudah lewat. Dikha masih tetap membuka matanya, sedangkan Eugene sudah tertidur pulas. Ia sedang memikirkan bagaimana cara untuk meyakinkan ibunya tentang monster-monster itu. Bila iya melapor polisi pun, para polisi tak akan mempercayainya bahkan mungkin Dikha akan dikira gila!

Pagi telah menyambut mereka berdua. Burung berkicauan, ayam berkokok. Dikha semalaman tidak tidur dan sekarang matanya merah dan berkantung. “Kau kenapa, Dikha?”, Tanya ibu. “Aku tidak kenapa-kenapa. Hanya sedikit lelah saja.”, jawab Dikha. “Oh begitu, yasudah, makanlah sarapanmu.” balas ibu.

Tak lama kemudian, Eugene datang dengan muka acak-acakan. “hooaaaaaamm… sarapan sudah siap ya?” Tanya Eugene. “Ya, makanlah. Hey Eugene, bagaimana kalo siang ini kita pergi ke bermai bola?” Tanya Dikha. “Baiklah. Wow aku lapar sekali! Kau kenapa? Kau kelihatan seperti orang kurang tidur.”, Eugene heran. “Tak apa-apa kok. Aku baikbaik saja.”

Selesai sarapan, Dhika dan Eugene mengajak teman-temannya untuk bermain bola. Sementara ibu sedang menerima telepon dari Pak Anton. Mendengar pernyataan Pak Anton, ibu tertawa terbahak-bahak. Ibu tak sabar untuk menyapaikan kabar ini kepada Dikha.

Sepulang bermain bola, Ibu berkata, “Dikha, Eugene, duduklah, ibu ingin bicara dengan kalian.” Mereka pun menurut saja dan duduk. “Ini tentang Pak Anton.”

“Hah? Pak Anton? Ada apa dengannya?”
“Ibu setuju denganmu, Pak Anton menyembunyikan sesuatu, Dhika.”
“HA! Kubilang juga apa! Dan kau mempercayainya.”
“Ada apa dengan Pak Deni?”, Tanya Eugene penasaran.
“HAHAHAHAHA”, ibu tertawa terbahak-bahak. “Sebenarnya dia tak aneh, ibu hanya bercanda dengan kalian haha”
“bercanda? Bercanda bagaimana?”, Tanya Dhika kesal.
“monster-monster yang kalian lihat itu, itu adalah koleksi pajangannya ketika ia masih muda dulu. Dia dulu adalah seorang sutradara, monster-monster dan poster-poster yang kalian lihat adalah kenangan-kenangan karirnya bersutradara.”

Mendengar ibu berkata begitu, Dhika merasa lega. Seperti semua beban yang dipikulnya hilang. Dhika pun kapok menyusupi rumah orang. Ia tahu ia bersalah. Dikha meminta maaf kepada semua orang ibu, Eugene, dan pastinya Pak Anton. Mulai sekarang, Dikha berjanji tak akan menuduh orang tanpa bukti.

TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar