Rabu, 26 Januari 2011

Patah Hati by Rachel Hardiari K

Pada suatu hari, saya berdiri di depan pintu kamar Jessica dengan perasaan ragu antara ingin membuka pintu kamar tersebut atau tidak. Kakak semata wayangnya itu sudah dua hari tidak keluar dari dalam kamar, kecuali untuk mandi. Nafsu dia juga berkurang, sehingga saya dan mama harus mengantarkan makanan dan memaksanya untuk makan. Penyebabnya? Apalagi kalau bukan patah hati.
Dengan sangat hati-hati Ayu membuka pintu kamar tersebut. Suasana kamar bernuansa warna pink itu berantakan. Kasur dan seprai tidak beraturan lagi, beberapa bantal dan guling terletak di lantai, dan yang lebih parah, lantai kamarnya tertutup dengan tisu yang ia pakai untuk menghapus air matanya.
“Mau ngapain kamu ke sini?” tanya Jessica sambil berbaring di tempat tidur dan menutupi wajahnya dengan bantal. Suaranya serak, nyaris tidak terdengar.
“Aku Cuma mau ngasih tisu, Kak. Persediaan tisu kakak sudah habis, kan?” Ayu meletakan sekotak tisu di samping kakaknya lalu segera keluar dari ruangan itu.
Jessica mendorong bantal yang menutupi wajahnya. Ia berusaha mengangkat tubuhnya agar bisa bangkit berdiri dari tempat tidur dan berjalan menuju meja rias yang ada di dalam kamarnya.
Wajahnya sangat jelek. Matanya selalu ia rawat dengan baik sekarang jadi kusam dan kusut, sama seperti kulit wajahnya. Penampilannya saat ini tidak jauh berbeda dengan orang yang sedang sekarat.
Jessica mengalihkan perhatiannya pada sebuah foto yang dibingkai dengan manis dan terpajang di meja riasnya. Foto itu merekam salah satu kejadian yang ia lewati dengan William. Waktu itu mereka merayakan enam bulan hari jadian di Dufan, dan William meminta tolong pada salah satu pengunjung untuk mengambil foto mereka berdua di depan wahana tornado, yang menjadi favorit keduanya.
Dua hari yang lalu, Jessica memutuskan hubungan mereka, saat ia memergoki William sedang jalan bersama dengan seorang perempuan yang diakui laki-laki itu hanya sebagai teman baiknya. Saat melihat kejadian itu, Jessica langsung menarik tangan William dan mereka bertengkar di lapangan parkir mal tersebut.
“Teman baik ngga perlu gandengan tangan segala?” tanya Jessica dengan nada bicara yang lumayan keras.
“Siapa yang gandengan sih, Jess?” William membela diri
“Ingat, Will. Selama delapan bulan aku pacaran sama kamu, bukan kali ini aku ngeliat kejadian kayak gini,” kata Jessica
“Kamu tuh terlalu cemburuan! Memangnya aku ngga boleh punya temen perempuan? Kamu sendiri selalu aku kasih ijin buat jalan sama tema-teman laki-laki kamu?” kata William
Jessica diam selama beberapa menit, sebelum akhirnya ia mengatakan, “Aku mau kita putus.”
Ada sedikit harapan di hati Jessica supaya William menolak permintaan yang baru saja ia ucapkan tersebut. Setiap kali mereka bertengkar, kata-kata andalan yang selalu Jessica ucapkan adalah ancaman untuk mengakhiri hubungan mereka, dan itu sukses membuat dana merasa bersalah lalu meminta maaf padanya. Tapi ternyata, kali ini ancaman itu tidak ada gunanya.
“Kalau itu mau kamu,” William menatap kedua mata Jessica dengan tenang, “Ya sudah.”
Rasanya sedikit mengingat kejadian itu. Jessica kembali menatap dirinya di depan cermin kemudian segera menghapus air mata yang hendak membasahi pipinya lagi. Ia benar-benar menyesal telah mengucapkan kata-kata “putus” tanpa berusaha untuk membicarakan baik-baik dengan dana.
Apa cara terbaik agar seseorang yang sedang patah hati bisa bangkit dan hidup normal sebelumnya?
Setelah dua hari membolos, hari ini mama memaksa Jessica untuk kembali ke sekolah. Biasanya, setiap kali Jessica hendak pergi ke sekolah, William sudah menunggu di depan rumah dengan motor kesayangannya. Tapi, mulai hari ini, berhubung William sudah bukan lagi menjadi pacarnya, Jessica harus bisa berangkat sekolah sendiri dengan menggunakan angkutan umum yang biasa mangkal di depan kompleks rumahnya.
Setelah dua hari penuh hanya melihat pemandangan kamarnya yang berantakan dan pengap, rasanya sangat segar menghirup udara pagi dan melihat banyak orang yang sibuk bersiap-siap melakukan aktivitas keseharian mereka.
“Jessica,” seseorang menyapa Jessica saat ia sedang duduk di terminal menunggu bus yang datang. Jessica sangat terkejut ketika ia menengok dan mendapati bahwa orang yang baru saja memanggilnya adalah William, mantan pacarnya.
“Eh.” Jessica jadi salah tingkah. “Kamu kenapa naik bus juga?”
“Motor aku rusak, kemarin waktu pulang sekolah nabrak trotoar.”
Jessica melihat pergelangan tangan William yang terluka, kemudian meraih tangan William agar ia dapat melihat lukanya dengan jelas.
“Lukanya nggak parah kok, Cuma di tangan sama kaki saja. Rasa sakitnya juga sudah hilang,” kata William, menebak apa yang ada di dalam pikiran Jessica.
“Kenapa kamu sekolah? Harusnya kamu di rumah saja,” tanya Jessica.
“Aku bosen di rumah,” jawab William singkat. “Kamu sendiri ke mana dua hari ini?”
“Aku.”
William memiringkan wajahnya, menatap wajah Jessica dengan serius. “Ada yang berubah dari penampilanmu. Mata kamu bengkak, muka kamu juga kelihatan beda. Kamu sedang sakit ya?”
Jessica mengangguk pelan. Dalam hati ia berpikir apa Dana sama sekali tidak menyadari kalau perubahan apa yang terjadi pada penampilannya ini adalah akibat dari berakhirnya hubungan mereka?
Sebuah bus akhirnya tiba di terminal. William segera menggandeng tangan Jessica serta menuntun gadis itu masuk ke dalam bis dan menjaganya dari orang-orang yang berdesakan dari saling mendorong. Diam-diam Jessica merasa senang. Muncul sedikit harapan dalam hati agar hubungannya dengan dana bisa kembali seperti sebelumnya.
“Jessicaaaaa!!!” Tiara dan Vena, sahabat dekat Jessica langsung berlari mendekati Jessica begitu ia masuk ke dalam kelas.
“Ke mana aja kau? Dua hari nggak sekolah, nggak ada kabar lagi!” tanya Tiara sanbil membetulkan poninya.
Jessica memperhatikan sahabatnya yang sang feminism itu. “Baru potong poni, ya? Tambah cantik aja, Ra,” dipuji seperti itu Tiara tersenyum dan lagi-lagi membetulkan poni ratanya.
Ketiga sahabat itu tidak bisa mengobrol lebih lama, karena beberapa menit setelah Jessica masuk, bel berbunyi, tandanya kegiatan belajar mengajar akan segera di mulai. Mereka bertiga pun segera duduk manis di bangku masing-masing untuk memperhatikan pelajaran.
Tiara dan Vena belum tahu kalau Jessica dan dana sudah putus. Jessica tidak sempat menceritakannya pada mereka berdua., karena ia sendiri sibuk menangis di dalam kamar sambil menyesali perbuatannya yang telah mengakhiri hubungan mereka terlebih dahulu. Jadi, begitu jam istirahat tiba, menceritakan semua kejadian yang baru ia lewati pada sahabat-sahabatnya. Dan sesuai tebakannya, Tiara dan Vena cukup kaget mendengar kabar itu.
“Sayang banget. Padahal kamu berdua udah jadian selama delapan bulan?” Vena berkomentar. “Kamu berdua cocok banget.”
Jessica hanya mengangkut bahu sambil memasukan satu sendok nasi goreng ke dalam mulutnya. Sebenarnya nafsu makan Jessica masih belum membaik, tapi kedua teman baiknya itu memaksanya untuk makan, bahkan mereka yang memesan dan membelikan nasi goreng untuk Jessica.
“Tapi kalau menurut aku ya itu jalan yang terbaik juga,” ujar Vena. “Soalnya, kamu kan nggak cuma sekali ngeliat dana jalan sama peremuan lain. Masa kamu mau diselingkuhin terus?”
Vena kembali melanjutkan kata-katanya. “Kalau memang cuma jalan-jalan sama perempuan, kamu masih bisa maafin. Tapi, kalau sampai gandengan tangan kayak yang kamu liat ya kamu pantes mutusin dia,” ujar gadis berambut keriting itu dengan jelas.
Semuanya punya kesempatan untuk berubah.
Akhir-akhir ini dana bersikap manis pada Jessica. William masih rajin mengirimkan SMS untuk sekedar mengucapkan selamat pagi, selamat siang, selamat malam, selamat tidur, atau menayakan kabar Jessica.
Ya, mungkin memang benar apa yang Vena katakan. Sudah seharusnya Jessica memutuskan hubungannya dengan William. Tapi, kalau ternyata William benar-benar ingin berubah dan masih ada kesempatan buat bisa balikan lagi, Jessica nggak akan melewatkannya begitu saja.
Malam minggu kali ini, Jessica berharap William akan mengajaknya berkencan. Ke mana saja, yang penting mereka bisa ngobrol dan menghabiskan waktu berdua. Tapi samapai waktu menunjukan pukul 17.00, belum ada kabar sama sekali dari William. Dia juga nggak mengirim SMS atau menelepon seharian penuh, membuat Jessica sedikit kecewa.
Akhirnya, menjelang malam Jessica memutuskan untuk memasang komputer dan mengecek account facebook-nya. Jessica sengaja mengintip profile facebook William, dan ia sangat terkejut ketika melihat wall mantan pacarnya itu penuh dari seorang perempuan yang mengirimkan pesan-pesan mesra. Saat itu juga, Jessica merasa telah dibohongi. Ia meraih ponselnya dan segera menelpon Vena dan Tiara.
“Kalau memang dia lagi dekat sama perempuan itu, kenapa dia juga ngasih harapan buat aku?” Jessica menahan isak tangisnya, sementara Vena dan Tiara duduk di sampingnya dan mendengarkan seluruh curahan hati sahabatnya itu. “Aku udah mikir bakal bisa balikan sama dia., nggak taunya dia malah hampir jadian sama perempuan lain!”
“Udah saatnya kamu lupain dia, Jess,” ujar Vena sambil mengelus rambut Jessica.
Ketiga sahabat itu diam untuk beberapa saat, sampai tiba-tiba saja seseorang mengentuk pintu kamar Jessica.
“Kak,” Ayu muncul di depan pintu kamar kakaknya dengan membawa buku pelajaran matematika, “Boleh aku masuk?”
“Mau ngapain?” tanya Jessica sedikit sinis, membuat saya ragu-ragu untuk masuk ke dalam masuk kamar kakak perempuannya itu.
“Aku cuma mau minta tolong diajarin pelajaran matematika aja, Kak. Hari Senin aku ada ulangan, dan dari kemarin-kemarin ulangan matematika aku nggak pernah bagus, makanya buat ulangan kali ini aku harus bisa dapat bagus. Tapi, kayaknya kakak masih sedih, jadi ya udah deh biar aku belajar sendiri aja,” kata Ayu sambil bersiap-siap untuk menutup pintu kamar.
“Ayu,” panggil Jessica, “Sini, kakak ajarin biar kamu bisa dapat seratus,” ujarnya sambil tersenyum.
Ayu membalas senyum kakak tersayangnya itu kemudian naik ke atas temat tidur dan segera membuka buku pelajarannya. Ia tau Jessica adalah kakak yang pintar, apalagi untuk pelajaran anak kelas 2 SMP seperti ini, pasti Jessica bisa membantunya. Bukan Cuma Jessica yang membantu Ayu sambil sesekali mengajaknya bercanda dan diselingi dengan melakukan keisengan seperti menggelitik gadi kecil itu.
Setelaj selesai membantu adiknya, Jessica memutuskan untuk menghabiskan malam minggu dengan teman-temannya. Dengan bantuan Tiara yang memang pintar berdandan, penampilan Jessica yang kusut diubah menjadi jauh lebih segar. Mereka pergi ke suatu mal. Jalan-jalan, nonton di bioskop, dan juga mencoba restoran baru di mal tersebut.
Putus cibta tidak berarti mengakhiri segalanya. Ia masih punya keluarga, seorang adik yang lucu dan selalu bersedia membelikan tisu ketika ia terus menangis, juga dua orang sahabat yang selalu ada untuk menghiburnya. Dan satu hal yang Jessica percaya adalah bahwa suatu hari nanti ia akan bertemu dengan seseorang yang jauh lebih baik dari William. Seseorang yang tidak akan menduakan atau memberikan harapan palsu untuknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar