Rabu, 25 Januari 2012

Masih Ada Rahasia yang Tersimpan by Nadia Ajitiana

Hidup itu kayak novel. Banyak bab yang dibaca, tetapi ada juga bab yang terlupakan. Tetapi ada satu bab yang ga mungkin terlupa. Yaitu dimana adanya sebuah masalah. Bagian dimana dapat mengiris jiwa maupun mempersatukan jiwa. Kisah hidup yang tak pernah seimbang terjadi di kehidupanku. Aku Nadira. Aku adalah seorang pelajar di sekolah swasta di Jakarta . Sekarang aku berumur 14 tahun tepat tanggal 23 Juni kemarin. Aku seorang anak yatim yang ditinggalkan oleh ayahku 10 tahun yang lalu. Tepatnya ayahku meninggal pada tahun 1999 di bulan agustus lalu. Rasa sedih waktu aku kecil baru timbul disaat aku suda beranjak remaja. Mungkin karena waktu kecil aku belum mengerti betul dengan keadaan ayahku. Aku kadang sering merasa iri terhadap teman – temanku yang bisa selalu bersama ayah nya dengan rasa gembira. Tetapi aku, aku hanya bisa memendam rasa yang telah kehilangan orang tua. Aku masih ingat waktu aku masuk pertama kali ke sekolah ini. Aku mengenal seorang perempuan bernama Ajeng. Seneng sih pada saat pertama menginjak sekolah itu sudah mendapat teman untuk memulai hidup baru di sekolah itu. Ke esokan harinya, aku menjalani masa Orientasi Siswa selama 3 hari. Hari itu adalah pertama kali aku menjalani masa Orientasi. Karena di masa SD tentunya tidak ada masa Orientasi. Sebenarnya aku tidak setuju dengan adanya masa Orientasi itu. Karena itu bukan menerapkan ketertiban siswa tapi malah akan menjadi permusuhan seperti Senioritas. Memang sih ada pentingnya juga adanya senioritas agar adik kelas bisa tau bagaimana menghormati orang yang lebih tua. Ya sudahlah itu sudah tradisi dari sejak dulu di sekolah manapun. Lalu aku masuk sekolah lagi untuk pembagian kelas. Aku masuk di kelas 7.3. aku masih belum kenal dengan anak – anak di kelas itu bahkan walau sudah berkenalan aku masih lupa dengan nama – nama mereka. Yang aku kenal hanya Ajeng yang duduk di sebelah ku. Di depan ku terdapat seorang perempuan yang cukup baik dari raut wajahnya. Dia bernama Dian. Dian menawarkan aku untuk duduk di depannya agar aku dapat melihat papan tulis dengan jelas. Lalu, setelah aku duduk di depan aku melihat seorang anak laki – laki yang dari sikapnya itu lucu dan gampang untuk diajak berkomunikasi. Lama kelamaan aku kenal dengannya. Dia bernama Satria. Wah Satria, namanya cocok untuk ukuran badannya yang cukup besar dan lucu yang dapat melindungi perasaan orang, dalam hatiku. Setelah beberapa bulan aku mengenal dia, ternyata dia adalah teman TK ku. Wah, dunia sangat sempit. Dan aku tidak menyangka setelah pisah 6 tahun bisa bertemu lagi secara tidak kesengajaan. Aku mulai menganggapnya sebagai kerabat sejatiku. Setiap saat aku sering bersamanya. Bahkan, kita sering berbagi cerita tentang kehidupan kita. Banyak teman – temanku yang mengagumi persahabatanku yang sangat dekat. Karena, setiap saat kita pasti setia dengan keadaan kita masing – masing. Makin beranjak remaja, pemikiran kita makin luas. Dan artinya makin memasuki masa pubertas. Masa – masa anak remaja yang suka dengan lain jenis. Satria sering membanggakan satu orang perempuan yang sangat cantik. Dan ternyata, setelah naik kelas 8, kami berbeda kelas. Dan untungnya dari Satria, ia satu kelas dengan perempuan idamannnya yang sering ia ceritakan denganku. Rasa bahagia seorang sahabat juga pasti dirasakan oleh sahabatnya juga karena bisa mengenali lebih dalam tentang perempuan idamannya itu. Pada saat naik kelas ke kelas 8, aku bertemu dengan satu sahabat lagi. Ia bernama Deivy. Deivy adalah seseorang yang kreatif dan menyayangi satu sama lain. Ia lama – lama bisa menjadi sahabatku yang paling baik pula. Tetapi, entah mengapa aku tidak pernah merasakan lagi satu kelas dengan para sahabatku. Satria semakin memuncak dengan keadaannya di kelasnya, karena keberadaannya perempuan idamannya itu, Ira. Memang ku akui Ira adalah seorang yang cantik dan pintar.. Wow, perempuan itu memang bisa dianggap sempurna di mata Satria. Satu hari berganti dengan hari yang lain. Aku merasa persahabatan ku semakin memudar ketika adanya sosok Ira itu. Dibalik kesempurnaannya, ternyata ia menyimpan rasa dendam terhadapku yang luar biasa. Ia membenci ku karena suatu hal yang tidak perlu dibenci. Ia membenciku karena aku adalah teman baik Satria. Tepat pada tanggal 13 April 2009, Satria mulai berkata – kata yang tidak sewajarnya untuk seorang sahabatnya sendiri. Sedih sudah pasti. Aku merasakan pedih yang mendalm selama – lamanya yang sampai sekarang tidak bisa terhilangkan. Tetapi, rasa sedihku terselimuti oleh selimut kebaikan seorang Deivy. Tetapi bukan hanya Deivy saja. Masih banyak teman – teman yang bisa menemaniku. Ada Deivy, Dian, Irine, Sinta, dan Alidia. Aku jadi merasa masih mempunyai banyak teman sehingga rasa sedih ku telah hilang. Beberapa saat kemudian, aku mendaftarkan diri ke tempat kursus bahasa inggris yang nanti akan dimulai pada tanggal 9 Mei 2009 ini. Aku merasa bahagia, karena siapa tahu nanti aku bisa bertemu dengan teman baru yang juga bisa menggantikan rasa sedihku. Tanggal 9 Mei yang kutunggu – tunggu. Aku masuk ke kelas itu paling pertama, lalu ada dua laki – laki masuk kedalam kelas , dan seterusnya banyak yang masuk lagi. Kukira hanya sembilan orang yang akan masuk ke kelas itu, ternyata masih ada satu orang lagiyang masuk ke kelas itu. Yang tak disangka – sangka, ia adalah mantan sahabatku yang sudah menghinaku hanya karena satu perempuan itu, Satria. Sepertinya rasa sedih yang aku alami akan makin mendalan dfengan keberadaannya Satria. Tanpa pandang wajahnya, aku menjalani masa perkenalan dengan anak – anak yang lain. Ada satu laki – laki yang cukup manis dan baik hati. Ia bernama Akbar. Aku merasa Akbar adalah sosok yang bisa membuatku tenang. Rasa senang lebih enak jika diceritakan oleh teman dekat, yang biasa disebut curhat. Hamper setiap hari aku curhat dengan Deivy dan Dian tentang Akbar. Sampai – sampai mereka agak bosen dengan curhatanku. Waktu itu hari libur sekolah, tetapi bukan berarti libur kursus. Huuh.. lelah. Tapi aku akan tetap semangat karena kehadirannya setiap hari si Akbar. Iseng – iseng Deivy ingin mengantarku ke tempat kursusku yang kebetulan dekat dengan komplek rumahnya. Di tempat kursusku rasa hatiku dipenuhi dengan rasa senang karena 2 hal. Pertama, karena aku bisa bercanda dengan Deivy. Dan yang kedua, aku menanti seseorang yaitu Akbar. Lima belas menit aku bercanda dengan Deivy, tiba – tiba di depan pintu tergentar suara gentakan kaki dan tandanya ada orang yang ingin masuk ke dalam ruangan tersebut. Aku bangga, itu adalah Akbar. Tetapi pandangan Akbar tidak langsung tertuju ke muka ku, melainkan ke wajah Deivy. Aku heran mengapa ia saling tegur – menegur dan saling terlihat akrab. Otakku penuh tanya. Tanpa basa – basi aku langsung bertanya pada mereka berdua apakah mereka saling mengenali? Dengan serentak mereka menjawab “tentu”. Aku terkejut dan langsung mempunyai feeling yang nggak enak. Di dalam kelas aku termenung kebingungan. Pertanyaan yang yang selalu terlintas di hatiku adalah, “apa hubungan antara mereka berdua?”. Dengan perasaan murung kujalani hari kursus yang kuanggap kurang menyenangkan. Keesokan harinya, Deivy langsung bertanya kepada ku. “sebenarnya orang yang selama ini kamu ceritakan itu dia?” dia bertanya dan aku bingung ingin menjawab apa. Lalu kuputuskan untuk menjawab tidak. Aku ingin tau apa yang sebenarnya hubungan diantara mereka. Di istirahat pertama di sekolah, Deivy berkata bahwa Akbar adalah sahabat dia di komplek perumahannya. Curhat Deivy makin mendalam. Dan hebatnya lagi yang menggunjang hatiku ternyata Akbar pernah mengucapkan kata – kata cinta pada Deivy. Dan sampai sekarang Deivy dan Akbar masih saling mencintai. Bingung, kesal dan sedih. Itu yang terlintas di pikirannku. Aku gak bisa menerima keadaan itu. Bagaimana kelanjutan perasaanku sama si Akbar. Yah, mau gimana lagi aku harus terus membohongi perasaan aku ini sama Deivy. Deivy, sekarang sering curhat tentang si Akbar. Aduh, semua ceritanya tentang perasaan dia yang masih sayang sama si Akbar. Malah, setiap aku les aku selalu disuruh menitipkan salan buat Akbar. Hati udah ga kuat, tapi harus megorbankan perasaan demi persahabatan. Aku yang terbebani juga, yang gak kuat denger cerita dari Deivy jadi sering curhat sama Dian. Dian pernah bilang, kalo aku ga boleh bohongin perasaan ku ke Deivy dari pertama kalinya. Aku harus jujur. Tapi gimana, udah terlanjur bohong. Aku juga gat au kapan aku harus jujur nanti. Kapan harus bisa jujur tentang perasaan gue sebenarnya ke Deivy. Hari berganti hari, kudengar kabar tentang akan pindahnya Deivy ke Bali . Pasti rasa hati sedih mendengar sahabat ingin pergi ninggalin kita buat selamanya. Yang jarang ketemu. Hari terima rapotku diwarnai dengan hari ulang tahunku 23 Juni. Sedih dan riang di hatiku yang akan ku ceritakan saat ini. Banyak teman – teman yang menyambut ulang tahunku dengan penuh rasa persahabatan. Tetapi, dua orang sahabat yang aku sayangi tidak bisa hadir dalam hari kebahagiaanku. Pertama Satria, dia bukan lagi sahabatku yang dulu bisa aku andalkan untuk menjadi sahabat. Tapi ternyata persahabatan kita terpotong di tengah jalan. Yang kukira ia bisa menemani ku di hari bahagiaku. Yang kedua, seorang sahabatku Deivy. Ia hanya bisa memberiku 2 kado terakhir darinya yang di gunakan sebagai kenang – kenangan terakhir. Sebuah jam alarm dan sebuah surat persahabatan. Sebuah puisi yang menyentuh hati seorang sahabat. Mengingatkan masa – masa yang telah di lalui bersama yang tidak akan pernah terlupakan. Merasa menyesal dengan perilaku ku sendiri ketika ada masalah dengannya yang membuat kita bermusuhan. Merasa ada waktu yang terbuang. Susah mengungkapkan rasa hati bila sahabat pergi pada saat hari ulang tahun kita sendiri. Rasa sedih pasti. Walaupun ada sedikit kebahagiaan. Aku merasakan kebahagiaan karena aku bisa masuk kursus pada saat itu. Dan artinya ulang tahunku di warnai dengan senyum Akbar yang manis menyambut ulang tahunku. Rasa sedih tetap saja masih ada, karena kehilangan lagi seorang sahabat. Masa kelas 9. masa rumit yang harus menghdapi Ujian Nasional di sekitar 8 bulan kedepan. Rasa takut yang tidak bisa lulus, tetapi kalau terus berusaha kenapa nggak. Percampuran kelas lagi. Tetap saja aku nggak sekelas lagi sama Satria. Tapi yang aku paling benci lagi, aku sekelas sama Ira yang telah membuat persahabatan aku dan Satria hancur. Sekilas, aku suka dengan otaknya dia yang pintar. Tapi aku tidak suka dengan perilaku dia yang sering membuat orang lain marah. Mungin memang bagi semua pria di sekolah sangat memuja dengan keberadaan dia yang cantik itu. Tapi aku masih menyimpan dendam dengannya. Pikiran semakin rumit. Naik kelas makin banyak masalah. Masalah teman dan keadaan disekolah. Itu yang utama. Kalo tentang keadaan di sekolah itu rumit banget pelajarannya, terutama Kimia. Duh paling pusing deh. Lebih baik aku belajar Fisika 1 hari dari pada harus pelajaran Kimia. Mungkin otakku emang kurang duka dengan pelajaran Kimia. Kalo soal teman, aku bingung. Deivy sering bertanya – tanya soal Akbar yang udah jauh dari kehidupan dia. Tapi rasa saying mereka tetap aja. Suatu hari, aku udah nggak kuat dengan kebohongan aku ini. Aku harus bisa nerima permusuhan lagi kalo Deivy marah. Dari pada panjang lebar, aku langsung to the point aja biar ga tergesa – gesa. Aku sms Deivy tentang kebohongan yang udah lama itu dan sampai di masa puncaknya aku menceritakan semuanya. Dan aku tau pasti seseorang yang telah dibohongi perasaannya pasti marah. Ya aku harus terima semua ini karena memang aku yang salah yang tidak mengikuti saran dari teman yang lain. Dalam hati aku merasa, kenapa aku tidak pernah aada kesuksesan dalam bersahabat? Mungkin pertanyaan yang tidak perlu di jawab. Karena aku sendiri yang tidak bisa membina persahabatan. Ada berapa sahabat lagi kira – kira yang akan gagal persahabatannya dengan diriku. Mimpi ingin menjadi sahabat mereka berdua lagi asti ada. Tapi, sangat sulit untuk mendapatkan mereka kembali. So hard to keep they coming back for more. Kata – kata itu terdapat di susunan lagu yang Satria berikan kepada ku di akhir persahabatan kita. Mungkin susunan lagu itu memang pantas buat aku yang ga pernah sukses menjalin persahabatan. Aku selalu salah dalam mengambil keputusan dalam waktu persahabatan. Semua masalah ini yang membuatku merasa tidak sempurna. Semua orang memang tidak sempurna. Kira – kira, siapakah yang akan terkena batunya jika bersahabat denganku? Di masa – masa saat aku banyak masalah ini, pasti masih ada satu sahabat yang aku cintai. Dia Dian. Dian yang membuatku bangkit dari semua masalah yang aku hadapi. Nasihat Dian membuka pintu hatiku untuk tidak berputus asa dalam menghadapi masalah. Dua sahabat hilang bukan berarti semua sahabat hilang dalam kehidupan. Banyak orang yang menganggap hidup itu susah, tetapi mati tak mau. Sesungguhnya semua masalah harus bisa dihadapi dengan cara menuruti kata hati kita sendiri. Masih banyak orang yang mencintai diri kita termasuk diri kita sendiri. Banyak masalah, banyak urusan. Urusan di sekolah juga semakin berat dengan test kenaikan kelas. Belajar terus belajar sudah pasti. Di sekolahku, banyak anak yang suka belajar bersama terutama sepulang sekolah. Sepulang sekolah aku terbiasa duduk di depan masjid sambil mendengarkan lagu bersama teman – temanku. Beberapa teman – teman sering di panggil orang tua karena pulang terlalu sore tetapi biasanya kita semua izin terlebih dahulu sebelum berkumpul. Di hari ujian, rasa deg – degan hilang karena adanya kelompok belajar. Akhirnya masa ujian terlepas lega dengan nilai yang sempurna. Dengan nilai sempurna dan bisa buat orang tua bahagia. Semoga nilai yang aku dapat ini bisa terbawa samapi nilai di ujian nasional nanti. Amien. Masa kelas 9. ketakutan bila nilai drastis turun. Pasti harus terus belajar takut nanti nilai jadi drop. Terutama matematika dan kimia yang ga begitu aku suka. Tetapi mau nggak mau harus dipelajari. Aku suka berkhayal jika di dunia ini penuh dengan pelajaran Fisika, seru kali ya. Pertama masuk sekolah, aku liat banyak ade kelas pada ngejalanin masa orientasi siswa. Suka nggak tega kalo ngeliat mereka semua di ospek. Di hari yang sama, temanku mencoba mendekatiku untuk mencurahkan isi hatinya. Dia bernama Dai. Dia Nira, seorang perempuan yang berusaha curhat tentang cowok yang duduk di tribun itu. Wajahnya nggak cakep, hanya manis. Nira meminta tolong padaku untuk membantunya memperkenalkan dia dengan Nira. Aku berusaha untuk mendekatkan diriku kepada kerabat cowo itu bernama Putra. Putra mau membantuku. Berawal dari nomor hape dan friends di facebook. Mereka berdua memang sudah saling suka tetapi tidak ada yang mau mengakui. Aku merasa gampang untuk melakukan hal ini dengan mudah. Karena mereka berdua saling mencintai. Aku merasa seorang lelaki harus berani mencurahkan isi hati karena mungkin kurang baik kalo cewek yang nembak cowok. Hari – hari terus berganti, aku dan Putra bingung kenapa tidak ada hasilnya. Akhirnya mereka berdua ku kumpulkan di kantin sekolah dan duduk berempat. Nira duduk di sebelah ku dan Dai duduk di sebelah Putra. Wajah Nira dan Dai terlihat tegang dengan dahsyat. Pembicaraan di mulai dengan masing – masing segelas jus mangga. Jus mangga yang dingin berbeda dengan suasana di situ. Dai mencoba untuk mengungkapkan semua, dan Nira bermalu – malu. Akhirnya mereka bisa mengerti perasaan mereka masing – masing. Duh, aku dan Putra merasa seperti penghulu antara mereka berdua. Aku dan Putra bingung kenapa kita yang menjodohkan mereka tapi kita sendiri tidak dapat. Kita sering jalan berempat ke mall. Sepasang – sepasang, Nira dan Dai dan Aku sama Putra. Kita nongkrong bareng dia CafĂ©. Aku dan Putra sibuk dengan Online di Facebook. Nira dan Dai menatap kami berdua dengan serius. Ternyata mereka berdua merencanakan sesuatu. Dai berkata, “Nir, mereka berdua seperti waktu kita saat ingin di jodohkan ya?”. Dengan cepat Nira menjawab,”betul!”. Aku merasa ada yang aneh. Ternyata mereka berdua merencanakan untuk menjodohkan kami. Kaget. Aku memang sebenarnya menyimpan perasaan yang nggak berani aku ungkapin. Ternyata, hasil perjodohan Nira dan Dai tidak sia – sia. Kami merasa senang sudah mendapatkan pacar masing – masing. Ternyata di banyak masalahku dengan sahabat masih tersimpan oleh yang maha kuasa kebahagiaan yang telah ditunjukkan kepadaku.. Aku hanya bisa mendoakan bagi semua sahabat yang telah gagal bersahabat denganku dan berdoa pada tuhan, semua sahabatku adalah bagian dari hidupku yang kau anugrahi untukku. Diluar sana mereka sesungguhnya adalah tempatku bersandar. Maka jagalah mereka malam ini, esok, lusa, selamanya dan abadikan rasa persahabatan ini sampai kapanpun. Banyak masalah bukan berarti banyak permusuhan. Banyak kebahagiaan yang masih tersimpan oleh Tuhan yang suatu saat nanti akan dikeluarkan pada saat yang akan kamu butuhkan. Karena sesungguhnya tuhan masih melihat penderitaan kita yang akan dibungkus dengan selimut kebahagiaan. Jadi jangan menyerah adalah kata yang harus dituliskan dalam hati dalam membina masalah. Sekian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar