Selasa, 20 Oktober 2009

Hilman by I Gusti Ngurah Raka

Sabtu sore itu, Hilman gembira sekali, ia bersiul-siul ketika mengayuh sepedanya pulang, karena akhirnya ia diajak ikut kemping ke Gunung Salak bersama teman-temannya, Said, Aldo, Fajar, Koesmo, Mahendar dan Rako. Karena biasanya teman-temannya tidak mengajaknya karena mereka menanggap Hilman tidak dapat bertahan hidup tanpa bermain game online di warnet walaupun sehari saja. Tidak mengerankan, karena Hilman biasanya bisa bermain game di warnet sampai 18 jam non-stop. Sesampainya di rumah ia langung menaruh sepedanya lalu mengobrak-abrik gudangnya. Ia mencari tas ransel milik ayahnya. “Mbok Iyem, tas ransel punya papa ada di mana?” Tanya Hilman kepada, Mbok Iyem, pembantunya, setelah sekitar setengah jam mencari. “Wah, nggak tau saya mas, kenapa mas nggak nanya bapak aja?”jawab Mbok Iyem.“Oh iya! Bagus juga ide mbok.”jawab Hilman. Ia lalu berlari ke ruang keluarga dan menelpon ayahnya. Tetapi, sayangnya ayahnya tidak menjawab.“Ah sial, papa pasti lagi rapat atau kalo enggak hp-nya pasti disilent,”kata Hilman dalam hati. Ia lalu menelepon ibunya.“Ma, mama tau ngga tas ransel punya papa ada di mana” tanya Hilman. “Wah, Man, mama mana tahu, Tanya papa aja,”jawab ibunya. “Udah, tapi telponnya ngga diangkat”kata Hilman.“Oh, palingan papa lagi rapat, kamu telpon lagi nanti aja. Udahan dulu ya Man, mama banyak kerjaan nih”kata ibunya lalu menutup telpon. “Aduuuh, gimana nih,”pikir Hilman, panik. Ia lalu menyiapkan pakaian yang akan dibawanya lalu menelpon Rako, tetapi tidak ada jawaban. “Aduh, Rako pasti lagi les, kurang kerjaan benget”pikir Hilman. Ia lalu menelpon Aldo dan untungnya, Aldo menjawab. “Do, buat besok gua perlu bawa apa aja?”Tanya Hilman. “Lo cuma perlu bawa pakaian, peralatan mandi sama peralatan buat tidur kaya bantal kepala atau sleeping bag”jawab Aldo. “Tapi Do, gua gak punya sleeping bag”jawab Hilman. “Lo pinjem punya Said aja, katanya dia punya dua sleeping bag.”Kata Aldo. “Oh, kalo gitu gua telpon Said dulu ya”Jawab Hilman lalu menutup telpon. Ia lalu menelpon Said,“Id, lo punya sleeping bag ngga?”TanyaHilman. “Punya, mang napa?Lo mau minjem?”Tanya Said. “Wah, tau aja lo”Jawab Hilman. “Lo dateng ke rumah gua aja, soalnya motor gua lagi dipake sama pembantu gua buat beli gula di minimarket”Kata Said lagi. “Ya udah, gua ke sana sekarang.”jawab Hilman. “Aduh, rumahnya Said kan di Pesona Khayangan, cape dah gua ntar naek sepeda ke situ, mana Jalan Margonda macet lagi sore-sore begini.”Pikir Hilman. Tetapi Hilman tidak mengurungkan niatnya untuk pergi ke rumah Said, setelah setengah jam, akhirnya ia sampai di rumah Said.

Hilman lalu memencet bel rumah Said,“Ting Tong,”terdengar suara bel rumah Said, tetapi tidak ada jawaban. Hilman memencet bel lagi, tetapi tetap tidak ada jawaban. “Aduh, Said ke mana sih?Dicariin kagak ada,”pikir Hilman. Ia lalu mengeluarkan hp-nya dan menelpon Said, terdengar suara “Sisa pulsa yang anda miliki akan segera habis, segera lakukan pengisian ulang. Sisa pulsa yang anda miliki adalah senilai seribu limaratus tujuh puluh rupiah,” “Wah, mana pulsa udah mau abis lagi”keluh Hilman, lalu terdengar suara Said, “Man, lo pasti udah di rumah gua, sori, gua lagi beli snack di warung, bentar lagi gua balik kok, tunggu ya.” “Ya, tapi cepetan Id, gua bosen nih, mendingan maen di warnet dah,”jawab Hilman lalu menutup telponnya. Lima belas menit berlalu, tetapi Said belum datang juga. Setengah jam berlalu, tetapi Said tetap belum datang juga. Akhirnya Hilman mencoba menelpon Said kembali, “Id, lo di mana? Gua udah bosen nih nungguin”kata Hilman. “Eh, Man, sori gua lupa gua lagi maen di warnet, hehehe, sori ya, ya udah deh, gua ke sana sekarang.”jawab Said, lalu menutup telponnya. “Gimana sih! Ditungguin malah main di warnet! Huh!”Pikir Hilman, kesal. Lima belas menit kemudian, Said datang menggunakan sepeda. “Wah, Man, sori banget ya tadi ada temen gua ngajakin maen di warnet pas gua lagi pulang, gua maunya bentar malah jadi keasyikan, sori banget ya,”kata Said. “Ya, ya, yang penting mana sleeping bagnya? Gua udah ngantuk banget nih hampir satu setengah jam gua nunggu di sini,”jawab Hilman, setengah kesal. “Ok, lu tunggu bentar di sini, gua ambilin dulu,”kata Said, ia lalu masuk ke rumahnya dan kembali lima menit kemudian sambil membawa sebuah sleeping bag. “Nih, Man, jangan lu otak-atik di rumah lu, ntar rusak lagi,”kata Said, memperingatkan. “Ya ampun, ngga sampe segitunya kali, besok juga ntar kita kumpul dulu di Jalan Juanda sebelum berangkat, ya udah gua pulang dulu, makasih udah mau minjemin sleeping bag lu.”kata Hilman, lalu mengayuh sepedanya pulang.

Sesampainya di rumah, ia langsung menaruh sleeping bag itu di kamarnya, lalu mengambil tikar di gudang, menyiapkan peralatan mandi dan bantal kepala, lalu ia teringat sesuatu, “Oh, iya, ranselnya belum ada.”pikirnya. Ia lalu mendatangi ayahnya yang sedang menulis sebuah puisi. “Papa, aku mau nanya dong, ransel punya papa ada di mana? Aku mau pinjem buat kemping besok.”Tanya Hilman. “Lho, kok kamu nggak bilang-bilang kalau besok kamu kemping, sama siapa?”Tanya ayahnya. “Sama temen-temen di sekolah pa, pulangnya Selasa, kan minggu depan udah libur.”kata Hilman. “Ooh, begitu, ransel papa ada di gudang”jawab ayahnya. “Tapi tadi siang aku udah nyari tapi nggak ketemu tuh pa”kata Hilman. “Masa nggak ada sih Man, seinget papa, papa taruh di rak-raknya deh. Udah kamu cari belum di situ?”Tanya ayahnya lagi. “O iya, aku belum nyari di raknya, aku liat dulu ya pa.”kata Hilman yang langsung berlari ke gudang.

Sekitar lima menit kemudian, Hilman mendatangi ayahnya lagi. “Nggak ada pa, papa taruh mana sih ranselnya?”Tanya Hilman. “Lho, masa nggak ada? Bentar dulu, papa coba inget-inget lagi.”kata ayahnya. Setelah beberapa menit akhirnya ayahnya berseru,“Oh iya, minggu lalu ranselnya papa pinjemin ke temen sekantor papa, soalnya temen papa mau kemping. Baru tadi dibalikin, kayaknya masih di mobil deh.”kata ayahnya. Lalu Hilman mengambil kunci mobil dan membuka alarmya, setelah dilihat, ternyata tas ranselnya berada di jok belakang mobil, Hilman pun langsung mengambilnya, lalu ia membawa tas ransel itu ke kemarnya dan memasukkan semua barang-barang yang akan dia bawa untuk kemping. “Akhirnya selesai juga, haaah lega deh”kata Hilman. Ia lalu melihat jam di kamarnya yang menunjukkan pukul tujuh malam. “Wah, masih ada waktu nih buat maen ke warnet”kata Hilman dalam hati. Ia lalu pergi ke warnet di dekat rumahnya dan langsung memainkan game-game kesukaannya, yaitu AyoDance, IdolStreet, GunBound, dan RF Online

Lima jam telah dan Hilman tetap bermain. Dua jam kemudian, penjaga warnetnya, Bang Ujang, menanya Hilman, “Man, udah jam dua pagi nih lo gak dicariin ama bonyok lo?” “Hah? Jam dua? Perasaan gua baru maen setengah jam deh, Jang,”jawab Hilman seolah tak percaya. “Setengah jam muke lo? Lo udah maen tujuh jam, kale.”jawab Bang Ujang lagi. “Duh, Jang, gue pulang dulu yah, bayarnya besok aja, besok gue maen lagi kok,”kata Hilman, panik, ia teringat kalau besok dia harus berngkat kemping pagi-pagi sekali. “Yah, elo Man, pake ngutang lagi, ya udah gih, pergi sono, gua mau ngepel ni, udah sebulan belum dibersiin ni warnet.”kata Bang Ujang.

Hilman pun berlari pulang, pikirannya panik, ia teringat perintah ayahnya setahun yang lalu, bahwa batas pulang Hilman pada malam hari adalah jam dua pagi, selebihnya, ayahnya tidak akan membukakan pintu rumah. Hilman pernah pulang pukul tiga pagi, dan ayahnya tidak mau membukakan pintu rumah. Setelah hampir satu jam akhirnya ayahnya membukakan pintu. Mengingat kejadian itu kembali membuat Hilman merinding, dia tidak mau tidur di luar rumah, dia tidak boleh terlambat pulang.

Sesampainya dirumah, dibunyikanlah bel pintu, lima menit berlalu, tetapi pintu rumah tidak dibuka. Sepuluh menit berlalu, pintu rumah belum juga dibuka. Lima belas menit berlalu, tetapi pintu rumah tetap tertutup. Hilman mulai khawatir. Ia takut ayahnya tidak mau membukakan pintu, tetapi tiba-tiba, pintu rumah dibuka oleh ayahnya. “Dari mana saja kamu Man?”Tanya ayahnya. “Dd…dd…darrrii warnet pa,”jawab Hilman terbata-bata. “Masuk! Lain kali kalau kamu pulang telat lagi, papa ngga bakal bukain pintu sampe pagi!”ayahnya memperingatkan. Hilman pun langsung menuju kamar tidurnya.

Esok paginya Hilman terbangun karena hp-nya berbunyi, Hilman pun menjawab telepon tersebut. “H...halo?”kata Hilman sambil menguap. “Man, lo ada di mana? Kita udah nungguin lo dari jam lima, tapi lo nggak dateng-dateng juga. Lo ada di mana?”Terdengar suara Aldo dari hp-nya, Hilman pun melompat bangun. “E…eh, gua masih di rumah, gua baru bangun, sori, sori, sori, sori, gua siap-siap deh abis itu gua langsung ke sana,”kata Hilman. “Yah, gimana sih lo? Cepetan dong! Ntar jalannya macet nih!”kata Aldo. “Ya, ya, gue langsung ke sana deh,”kata Hilman.

Hilman pun langsung mandi (walaupun nggak pake sabun…) dan berpakaian. Ia lalu berpamitan pada orangtuanya dan langsung berangkat. Sesampainya di Jalan Juanda ia lalu menelpon Aldo, tetapi yang terdengar malah “Sisa pulsa yang anda miliki tidak mencukupi untuk melakukan panggilan ini, segera lakukan pengisian ulang. Sisa pulsa yang anda miliki adalah senilai lima ratus rupiah.” “Sialan”umpat Hilman dalam hati. Tiba-tiba sebuah buah mobil Toyota Kijang Innova dan Suzuki APV berhenti di depan Hilman. Kaca jendela mobil Innova tersebut diturunkan dan terlihatlah Aldo. “Man, jadi kemping nggak? He…he…he…”kata Aldo. “Ya jadilah, masa jadidong, jadi gua boleh naek?”Tanya Hilman. “Nggak, lo mah di atep aja biar segerrrr,”terdengar suara Mahendar dari dalam mobil. “Ide lo bagus juga Ndar, tapi kesian Hilman di atep, ntar masuk angin, mendingan dia ditaruh di bagasi biar sekalian sauna.”kata Said. “Ha…ha…ha…”terdengar suara tawa seluruh penumpang mobil. “Ayo naik Man! Lama lo!”kata Aldo. Hilman pun naik ke mobil Innova tersebut dan sepanjang peralanan, Hilman dikerjain dan diejek terus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar