Rabu, 23 Maret 2011

Kesedihan Rena by Budi Riadinda

Rena adalah serorang perempuan yang bisa dibilang sangat malang. Dia hidup bersama seorang ibu kandungnya. Ibu kandungnya adalah seorang yang sangat baik
dan ramah pada siapapun. Ketika Rena umur 3 tahun, ayah Rena meninggal di sebabkan oleh kecelakaan mobil, yang dimana tiba-tiba ibu kandungnya itu berubah drastis, dia menjadi seseorang yang disiplin, keras, dan cepat putus asa. Saking disiplinnya, dia tidak memerdulikan lagi perasaan anak kandungnya, yang sangat sering telah ia aniaya. Rena adalah satu-satunya anak dari perempuan itu, yang dimana hidupnya tidak pernah ditinggali oleh perasaan sedih yang melanda.

Sering sekali, ketika Rena kecil, yang bagaimana seorang anak kecil yang membutuhkan kasih sayang dari ibunya. Namun apakah yang Rena terima?. Suatu saat, ketika Rena berumur 5 tahun, dia menggambar gambar abstrak yang bertuliskan “MAMAKU TERSAYANG” dan langsung memberikan kertas gambar itu pada ibunya dengan senyuman yang sangat manis, bukannya ibu Rena menerimanya dengan baik-baik sembari mengelus-elus kepala Rena (ini adalah salah satu dari harapan kecil Rena pada saat itu), namun apakah yang terjadi?. Ibu Rena mengambil kertas itu dengan kasar dan berkata

“Gambar apa ini? Apakah kau menggambarku? Apakah aku sejelek ini”

sembari merobek kertas gambar itu, ibunya langsung meneruskan kegiatannya pada saat itu, adalah menyetrika baju-bajunya. Rena sedih, entah mengapa tiba-tiba air mata di matanya mengalir deras, sangat deras. Dari kejadian itu, Rena sangat amat menderita, ketika dia lulus SD dengan nilai yang sangat memuaskan, tertinggi sekotanya. Ibunya tidak sama sekali punya rasa bangga kepada anaknya itu, padahal Rena hanya ingin ibunya mengambil rapotnya saja, itu saja, namun apakah perbuatan ibunya?, dia dengan tegas menolak permohonan itu dengan alasan,

“ibu ingin kerja, ibu sedang sibuk, jika ibu tidak kerja mau makan pakai apa kamu?. Aku tidak sudi menunda-nunda waktuku hanya untuk acara tidak penting seperti itu. Rena kesal, mengapa ibunya harus begitu, teman-temannya yang mendapat nilai kelulusan jauh di bawah Rena, dengan bangganya para ibu mereka menyemangati dengan penuh kasih sayang, dan bagaimana dengan Rena?.

Rena tidak bisa mengandalikan amarahnya
“ibu? Mengapa sebegitunyakah engkau kesal dengan anak kandungmu sendiri?”

Rena hanya protes dengan kata baik-baik, namun bagaimanakah reaksi ibunya?’.
Ibu Rena marah besar, di sebelahnya terdapat gelas pajangan yang tiba-tiba dia lempar pada anak kandungnya sendiri. Rena luka parah, sangat parah, mukanya terkena pecahan tajam beling dari gelas pajangan itu, namun mukanya sudah terlalu kebal lagi untuk mengeluarkan darah, jadi yang terjadi hanyalah memar besar yang terdapat di pipi kanannya. Rena hanya merenung sedih, dan langsung membereskan pecahan-pecahan itu,lalu dibuangnya ke tempat sampah.

Dengan berjalan pincang, akibat kaki kirinya yang juga terkena pecahan beling itu Rena segera memasuki kamarnya, yang Rena pikirkan adalah
“apakah aku akan menangis sekarang? Namun air matapun tidak berani keluar lagi dari pelipis mataku ini” pikir Rena sambil terdiam.

Ketika Rena SMP dia membutuhkan sedikit biaya untuk memenuhi syarat agar bisa menjalani ujian kelulusannya, uang yang Rena butuhkan hanya sekedar Rp30.000,-. Hanya segitu, ibunya sudah jelas tidak ingin membiayakannya dengan alasan
“kamu lebaran nanti pakai baju apa bila ingin menggunakan uang THR-mu untuk hal yang tidak penting seperti itu saja?”.

Tanpa pikir panjang Rena memasuki kamarnya dan merenung lagi,

“apa yang bisa ku perbuat? Ibu tidak mau membiayakanku, aku harus mencari ide lain!” pikir Rena, dan dia melanjutkan pikirannya “’kerja! Ya kerja! Aku harus mencari pekerjaan untuk menghasilkan uang”

Besoknya sehabis pulang sekolah Rena langsung mencari-cari pekerjaan, dia bingung, “jadi apa ya aku?” pikirnya. Dia melewati penjual kaki lima yang kelihatannya sedang sangat capek megurusi hewan-hewan dagangannya itu, yaitu adalah anak-anak ayam yang lucu-lucu juga kecil mungil yang sayangnya sudah di warnai semua bulu-bulu halusnya itu, bermacam-macam warnanya, ada juga seekor anak ayam mungil yang terdiri dari warna pelangi yaitu, MEJIKUHIBINIU, singkatan dari Merah, Jingga, Kuning, Hijau, Biru, Nila, Ungu.

“sungguh kasihan anak-anak ayam itu, hidup mereka sepertinya sangat rumit, mereka terpisahkan dari induk-induknya,mereka masih kecil,butuh kasih sayang, malah di warnai macam-macam yang membuat mereka terlihat aneh dari pada terlihat lucu, seperti aku, malangnya nasib kalian semua teman-teman kecil”

Bisik Rena sambil menunduk dan mencoba mengelus-elus anak-anak ayam itu.

“apakah kau butuh bantuan pak?” tanya Rena.
“mm,,sepertinya memang benar saya butuh bantuan dik, sangat repot-repot sekali mengurusi anak-anak ayam ini, mereka mulai bandel sekarang, dulunya saya rawat dari masih menjadi telur dan saya tunggu agar menetas,mereka masih imut-imut sangat lucu sekali, aku sangat senang bertemu dengan mereka”

kata seorang bapak penjual anak-anak ayam itu sambil tersenyum.
“bisakah saya menolong bapak?”
“ya ya ya, tolong ambilkan makanan ayamnya dik, di bawah meja di pojok sana”

kata bapak itu smbil menunjuk meja.
“kamu akan saya bayar Rp7000.- per hari ya dik” sambil tersenyum bahagia.
“oh ya pak pasti makasih ya, ini makanan ayamnya pak” ujar Rena yang memberikan sebuah kotak makan ayam yang penuh dengan makananya pada bapak itu.

“sangat baiknya bapak ini” ujar Rena.

Rena bekerja sangat rajin dengan penjual anak-anak ayam itu. Dia menganggap bapak penjual itu adalah bapak kandungnya sendiri. Lama-lama Rena pun sangat ingin tinggal dengannya.
“lagian pula, apa peduli ibu akan aku?” pikir Rena.

Penjual anak ayam itu bernama Pak Sholim, dia mempunyai seorang istri namun tidak mempunyai anak, Rena dan dia sudah sangat dekat, Pak Sholim sangat baik hati dan ramah, Rena setiap hari datang untuk bertemu dengan Pak Sholim untuk mencurahkan smua kebebanannya yang selama ini dia pendam di dalam hati. Pak Sholim sangat kasihan pada Rena, dia juga telah menganggap Rena seperti anak kandungnya sendiri, bahkan istri Pak Sholim pun berperasaan sama seprti Pak Sholim terhadap Rena.

Setelah bekarja beberapa hari pak Sholim tidak lagi merasa capek, karena sudah ada Rena yang selalu menolongnya. Rena pun sudah bisa bayar uang untuk kelulusannya nanti, bahkan Rena mendapat sisa jauh lebih banyak dari pada yang dia pikirkan, uang sisanya dia tabung untuk cadangan kebutuhannya yang lain.

Ibunya ternyata sudah mengetahui bahwa Rena dekat dengan Pak Sholim, ibunya melarang habis-habisan Rena untuk bertemu dengan dia lagi sampai-sampai ibunya memukul kepala Rena pakai panci dari dapur. Rena sedih, dan untuk kesejuta kalinya, air matanya turun dengan deras juga. Sudah lama Rena tidak menangis sederas ini lagi,namun akibat nangis, dia sudah agak lega.

Tidak terasa Rena sudah dewasa, dia kuliah di universitas perguruan tinggi yang sangat terkenal, dia mengambil jurusan psikologi. Sikap ibunya sama sekali tidak berubah, seperti sedia kala, yang dimana sering mencelakai Rena. Rena mempunyai pacar, dan akhirnya mereka menikah, ketika Rena umur 19 tahun, dan suaminya yang bernama Fikry yang berusia 24 tahun, Fikry adalah dosen mudanya yang mengajar Rena di bidang psikologi. Atas izin ibu Rena mereka akhirnya menikah, yang dimana ibu Rena sama sekali tidak mengeluarkan uang.

Akhirnya Rena mempunyai hidup yang sempurna, sangat sempurna dibandingkan ketika dia bersama ibunya, setelah 4 bulan menikah, Rena hamil. Ketika Rena hamil, terdapat kabar bahwa Pak Sholim telah tiada, Rena sedih mendengarnya, namun Fikry tetap berada di sampingnya untuk mendukung Rena. Lewat 9 bulan, tibalah waktu untuk Rena melahirkan. Ketika di rumah sakit, mertua Rena datang untuk melihatnya, namun ibunya Rena tidak datang.

Akhirnya Rena melahirkan anak perempuan yang dia beri nama Naiya, Naiya sangat lucu, sehat dan pintar. Semuanya sangat senang dengan kedatangan Naiya ke dunia ini, kecualiibi Rena yang sama sekali tidak mempunya rasa bangga akan kelahiran cucu dari anak kandungnya sendiri.

Rena sangat menyayangi Naiya dengan sepenuh hati,dia tidak mau masalah dia dan ibunya akan terulang pada dirinya dan Naiya. Begitu juga Fikry dan orang tuanya yang selalu menengoki cucunya itu dengan rasa yang penuh kasih sayang. Naiya pun telah ber umur 8 bulan, Ibu Rena belum kunjung datang untuk menengoki cucunya yang baru lahir.

Rena tidak memedulikan ibunya lagi, sama sekali tidak ia pedulikan, bahkan telah lupa sepenuhnya dengan ibu kandungnya itu, namun tiba-tiba ada bunyi bel pada saat siang hari, ketika Rena sedang menyusui Naiya agar tidur. Rena langsung membukakan pintu untuk entah siapakah tamunya itu, Rena kaget ternyata tamu itu adalah ibunya.

“hei Rena sudah lama kita tidak bertemu, tolong persilahkan aku masuk dan melihat anakmu”

Rena langsung membimbing ibunya ke pada tempat tidur bayi Naiya.

“pasti ibu akan membanggakan anaku ini,lihat saja” pikir Rena dalam hati,
namun apakah yang terjadi?. Bahwa Ibu Rena bilang
“ aneh sekali sih ini anakmu,jelek sekali,kampungan haha pasti kau akan membuatnya teraniaya seperti aku tehadapmu,hahaha”

Sambil tertawa terbahak-bahak dia langsung pergi untuk ulang menuju rumahnya. Entah mengapa Naiya yang tadinya telah tertidur pulas, tiba-tiba bangun dan langsung nangis tersedu-sedu. Rena pun segera menggendong Naiya dan mengusap- usap punggung Naiya dengan rasa sayang.

“tidak sayang, ibu tidak akan berbuat seperti itu kepada kamu anaku tersayang” ujar Rena.

Tidak terasa sudah 2 tahun Naiya hidup di dunia ini, dia sudah pintar sekali, namun dia sangat nakal, jadi sering menangis. Rena sibuk, sekarang sedang bulan puasa, pembantunya sudah pulang kampung, Fikry suaminya sedang kerja. Jadi Renalah yang harus menyelesaikan semua tugas rumah tangga. Ketika dia sedang memasak untuk buka nanti, Naiya memberantaki kamarnya yang baru saja Rena bersihkan. Rena berkata

“Naiya kamu jangan bandel! Kamar kamu baru saja ibu bereskan”

tiba-tiba Naiya pun menangis, namun masakan yang di goreng oleh Rena sudah ingin matang dan jika didiamkan untuk waktu 5 menit saja pasti sudah gosong, bagaimana lagi?. Rena harus menyiapkan masakan dulu, sehabis itu baru mementingkan Naiya, anak itu tidak berhenti menangis, jadi Rena membuat sebotol susu dulu untuk Naiya untuk diam.

Naiya langsung membuang botol itu dan meneruskan tangisannya yang barusan agak tertunda. Rena bingung, akhirnya dia menggendong Naiya sambil masak dan memotong- motong sayuran. Namun Naiya tetap tidak diam, dia terus berontak dari gendongannya Rena. Rena sudah mengelus-elus punggungnya yang biasanya berhasil membuatnya diam dengan cara itu, namun jawabannya adalah tidak. Rena pusing sangat pusing, yang mana rumahnya yang baru saja tadi dia sudah bersihkan kembali berantakan.

Berkali-kali Rena menyuruh Naiya untuk diam, namun tidak berhasil juga, namun Rena mencoba sabar dan terus mencoba agar sabar untuk menghadapi Naiya. Namun Naiya terlalu mengesalkan karena terlalu berisik dan mengganggunya yang tengah sibuk terus. Refleks, tiba-tiba Rena menaruh Naiya di pinggir tangga dan agak mendorongnya sedikit, dan terjatuhlah Naiya dari lantai 2 ke lantai dasar yang mengakibatkan luka di kepala, tangan, dan kakinya.

Rena kaget
“astaga! NAIYA!” Rena langsung menggendong Naiya yang pingsan mungkin terlalu kaget untuk jatuh dari lantai 2 ke lantai 1. Rena menangis dan menyesal, sangat menyesal

“mengapa aku sebodoh ini! Mengapa aku berbuat kasar terhadap darah dagingku sendiri!” sesal Rena.

Rena segera membawa Nai ke rumah sakit, dan langsung menghubungi Fikry, dia kaget, dan langsung menyusuli Rena ke rumah sakit, tiba-tiba seorang suster keluar dari ruangan pengobatan Naiya di lakukan, dan bilang

“apakah anda adalah ibu anak ini?” ujar suster tadi menanyai Rena. Rena pun mengangguk dan di suruh masuk ruangan oleh suster tadi, Rena pun mask dalam ruangan itu, disana terdapat Naiya terbujur kaku dengan kepala, tangan, dan kakinya yang di perban.

Naiya menggumamkan sesuatu kepada Rena, namun Rena tidak mendengarnya sama sekali, mungkin karena keadaanya yang sedang lemas juga omongannya yang belum terlalu lancar. Rena pun mendekatkan telinganya pada bibir mungil Naiya, Rena kaget mendengarnya, dan dia mencoba lagi untuk mendekatkan telinganya ke bibir Naiya lagi. Dan akhirnya Rena menrasa sangat pasti apa yang baru saja di dibisikan oleh anaknya itu.

Tenyata Naiya bilang
“aku sayang ibu”

Naiya berbicara sembari tersenyum lemah, Rena pun langsung memeluknya dengan penuh kasih sayang dan berkata
“ibu juga sayang kamu sayang, maafkan semua perbuatan ibu ya,ibu berjanji tidak akan mengulangi lagi, ya?” mohon Rena

Naiya pun tersenyum dan membalas pelukan Rena.

Renapun akhirnya menceritakan tentang hidupnya dulu yang sering dianiaya oleh ibunya sendiri pada Fikry, dia kaget, namun prinsip mereka tetap, yaitu mempunyai keluarga yang sempurna.

Fikry, Rena, dan Naiya menjadi keluarga yang sangat bahagia, meraka saling sayang menyayangi satu sama lain, dan saling mengerti.

“siapa bilang kebodohan manusia akan turun menurun?” pikir Rena.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar