Rabu, 02 Februari 2011

Battle of The Al-Asad by Muhammad Alif Magallatta

Evermann Chavez menatap langit di atasnya. Kepulan debu mengiringi helikopter Chinook mendarat di atas kota yang sangat sepi itu. Chavez melihat keadaan di sekitarnya, terdapat beberapa orang-orang yang bersembunyi di dalam rumah mereka. Kemudian Ia dan beberapa serdadu lainnya menuruni helikopter dan membuat kubu-kubu pertahanan di sekitar mereka, untuk berjaga-jaga jika tentara pemberontak datang untuk menyerang.

Kepalanya berdenyut. Metabolisme tubuhnya sedang beradaptasi dengan lingkungan yang sama sekali tidak ramah. Hawa menggigit di tengah malam, panas seperti oven di siang hari. Sebentar matanya menantang cahaya matahari yang garang memanggang. Chavez membuka helmnya, Sinar matahari memantul dari rambut pirangnya itu.

Chavez menelan ludah. Berlarian dari pojok ke pojok. Memantau jika ada musuh di dekat mereka. Ia memegang M-16 nya dengan tangannya yang basah karena berkeringat, di lihatnya beberapa orang bersenjata yang ternyata pasukan pemberontak. Chavez memanggil Preston Marlow, rekan dalam tim pemantaunya, Huxley McSalty, penjinak bom, dan David Andrew, dokter perang sekaligus Machine gunner di dalam timnya. Sebagai kapten dalam timnya itu ia menyusun strategi untuk menjatuhkan beberapa pemberontak yang di lihatnya itu. “Huxley, kau ke gedung itu, David, kau ikut dengannya, sementara aku dan Marlow akan menyerang mereka dari belakang”Bisik Chavez. Dor...Dor... “Itu sinyal dari kapten ! ! ! Tembak ! ! !”Seru David. Huxley melempar granat ke tengah-tengah para pasukan pemberontak. Dhuaaaar.... Mereka mati terpental..

“Gyaaa.... ! ! !” Tiba-tiba David menampakan dirinya dan Memegang senapan mesin M249 Saw dengan satu tangan, sementara tangan lainnya memegang cerutu. David menembakan senapannya seperti orang gila, dan merokok dalam waktu yang bersamaan. Beberapa musuh jatuh dan mati terkena pelurunya. Dan semua pemberontak mati dalam waktu yang singkat.

”Damn I’m good” kata David dengan bangga.
”David kau gila!” Seru Preston.
”Dimana Huxley?”Chavez bertanya.
”Aku disini! Aku melihat beberapa Tank dan APC datang kesini!”kata Huxley.
”seberapa banyak, dan apa tipe mereka?”
“tiga tank T-72 dan dua BTR-60 serta puluhan serdadu lainnya”
“Oke, pertama kita harus memanggil serangan udara dan Extraxion segera ! ! mana Radio?”tanya Chavez.
“Ini pak” kata Huxley sambil memberikan radio kepada Chavez.
“Hotel two-niner ini Eagle-1 do you copy ?”
“ya kami mendengar kalian” terdengar jawaban dari seberang
”kami butuh serangan udara, di point B-2 arah utara tiga tank, dua APC dan puluhan serdadu dan Evakuasi segera di point F-4”
”Kami akan mengirim dua A-10 Thunderbolt di point B-2 dan Helikopter Black Hawk di point F-4, kalian punya waktu 5 menit untuk pergi ke Extraktion Point F-4”
”Ok, Eagle-one copy and out”
“Kita punya waktu 5 menit untuk ke tempat penjemputan, ayo tim. Maju ! ! !”

Mereka maju ke tempat evakuasi, ”cepat, cepat, tiga menit lagi sebelum penjemputan ! !”Perintah Chavez. Tiba-tiba dari arah yang berlawanan muncul para pemberontak.”Ya Tuhan, tembak mereka!”.
”Awas! RPG!” Seru Marlow
Syuuut... BOOM...!!! Bom meluluh-lantakan rumah-rumah penduduk di sekitarnya, sementara waktu mereka hanya dua menit untuk pergi dari sana.
”kita hanya punya waktu dua menit!”
Tiba-tiba terdengar suara pesawat yang terdengar seperti menembakan sesuatu.
”Apa itu?”tanya Huxley
”Itu serangan udara kita, menunduk!”Seru Chavez
GdeBOOM...GdeBOOM...
Rocket-rocket mengenai sasarannya, besi dan baja yang hancur dari tank-tank itu berterbangan, para pemberontak terlempar kesana-kemari.
”Hotel two-niner ini eagle-one serangan udara mengenai sasaran”
“diterima, kalian punya waktu 30 detik lagi, helicopter masih menunggu”
”baiklah, Eagle-one keluar”
”kita masih punya tiga puluh detik lagi, ayo maju!” Seru Chavez.
Mereka terus maju sampai di gerbang lapangan sepak bola yang sangat luas. Lapangan itu ditutupi oleh dinding yang tinggi ditutupi oleh kawat-kawat yang sangat tajam.

”Ini dia, Point F-4.”
”Aku tidak mendengar apapun”kata David mengira-ngira.
”kita harus membuka pintunya dengan Breach mine, bom pintunya Huxley.”Perintah Chavez.
”ya pak.”

Huxley memasang Breach mine, dan menunggu aba-aba dari komandannya untuk meledakan bom tersebut. BOOM...
”Masuk, cepat.”Perintah Chavez

Tetapi betapa kagetnya mereka ketika melihat puluhan pemberontak di depannya. Bukan helikopter Black Hawk yang sedang menunggu. Para pemberontak mulai menembak, Chavez dan timnya mundur perlahan sambil menembakan senjata mereka.

”Ya Tuhan, Tembak mereka”
”Hey, dimana helikopternya?”Tanya Preston sambil menembak.
”Aku sendiri tidak tau, Huxley, Radio!”Perintah Chavez sambil melemparkan granat.
”Ini dia pak”
”Hotel two-niner ini Eagle-one kau mendengar kami?”Tanya Chavez di radio.
“Ya ka… mendeng…. Mu”
“Kami tidak bias mendengarmu dengan jelas dari sini”
”Ya kam.. tau.. ad... markas pengg...gu ra...o di poi..t G-3, ka..i but..h kau untu.. menghan....kannya seka..... ... ... ... ... ... .... ... ”
”Halo? Hotel two-niner kau mendengarnya?”Tanya Chavez dengan keras.
”Sial, kita kehilangan sinyal.”
”Terus bagaimana komandan?”tanya Preston.
”Ada fasilitas pengganggu radio di point G-3”
“Itu satu mil dari sini”David mendengus capek.
“Ya, kita harus menghancurkannya agar bisa memanggil helikopter kembali, ayo maju!”
Mereka semua mundur seraya menembakan senapan mereka, perlahan tapi pasti, para pemberontak kehilangan jejak mereka.
“Mereka tidak menemukan kita”bisik David.
“Itu bagus, lebih baik menghemat amunisi kita. Kita tidak tahu apa yang habis ini menimpa kita.”
Chavez maju dengan sangat waspada, Preston benar, mereka tidak tahu apa yang akan menimpa mereka selanjutnya. Chavez dan timnya sampai di sebuah gang yang cukup besar, dan mereka melihat beberapa orang bersembunyi di pojok gedung dan pilar-pilar di sebuah gedung besar.
“Kalian melihat mereka?” tanya Chavez.
“Ya kapten, beberapa dari mereka ada di pilar-pilar di gedung besar itu.”jawab Huxley.
“Apa yang akan kita lakukan kapten?”
”David, tembakan beberapa peluru, biarkan mereka tahu kalau kita tahu mereka sembunyi disana”
”Apa?”tanya David.
”Sudah tembakan saja!”
Rttrrtttrrttt......Rttttrrrtrrttt......
Beberapa saat kemudian, Chavez mengenal seragam yang dipakai orang-orang yang bersembunyi itu, dan senjata mereka adalah senjata standar yang di gunakan marinir amerika.
”Kapten, sepertinya aku mengenal mereka”kata Preston mengira-ngira.
”Ya, aku tahu, sepertinya mereka adalah Batalion 117 The sleeping marmut” jawab Chavez.
Tiba-tiba mereka menampakan diri, mereka hanya berjumlah dua orang, tidak lebih.
”Marinir Amerika Serikat lewat”seru orang-orang yang menampakan diri tersebut.
”Ya Tuhan, tahan tembakan semuanya.”Seru Chavez, ia tidak mau mereka menembakan senjata mereka pada teman mereka sendiri.
Mereka semua berkumpul.
”Angkatan bersenjata apakah kalian?”tanya Chavez.
”Kami dari Batalion Marinir 117 The Sleeping Marmut, kami diberi perintah untuk memantau keadaan di Point G-4.”jawab salah satu dari mereka.
”Dimana yang lain?”
”Mereka sedang di point G-3 siap-siap untuk menyerang markas pengganggu radio di sana”jawab mereka.
”Berapa jumlah kalian, apakah kalian mempunyai tank-tank atau sebagainya?”tanya Chavez lagi.
”kami hanya berjumlah delapan orang, kita tidak mempunyai tank, mereka dipakai Jendral Stratson di Kremlin.”
”Kalau begitu kita harus maju sekarang, maju jalan!”Perintah Chavez.
Dengan bertambahnya dua orang tersebut mereka jadi berjumlah enam orang. Chavez menyeka keringatnya yang mengucur sangat keras. Preston meneguk sebotol air yang kedua dari delapan air minum yang mereka bawa. David mengecek amunisinya yang menipis. Sedangkan Huxley dan dua orang lainnya mengobrol di sepanjang perjalanan mereka.
”Aku capek komandan”keluh Preston.
”Aku juga.” Timpal Huxley.
43wlau begitu Kita beristirahat disini saja, Russel, Andy, tolong cek daereah sekitar sini apa ada pemberontak atau teman kita yang tersesat”Perintah Chavez.
”Siap pak.” jawab mereka ber-dua yang ternyata bernama Russel dan Andy.
Chavez, Huxley, Preston, dan David mengeluarkan perbekalan mereka dan membaginya sama rata dengan Russel dan Andy.
”kemana mereka?”tanya Huxley.
Tiba-tiba terdengar langkah kaki.
”kapten, kami melihat gudang persenjataan pemberontak seratus meter dari sini.”kata mereka.
”Arah mana?”
”barat dari sini Kapten.”jawab mereka.
”Kalau begitu kita istirahat dulu di sini, jika tidak, kita mungkin akan kehilangan stamina dan mati dengan konyol”
Akhirnya mereka beristirahat di gubug tersebut, gubug itu memang kecil tetapi cukup nyaman untuk istirahat. Chavez berpikir, Amerika mungkin akan menang, tetapi mungkin ia pulang tinggal nama. Sudah belasan prajurit Amerika tewas, Chavez bertanya-tanya siapakah korban selanjutnya? Chavez lebih memilih diam agar tidak terpancing oleh pertanyaan itu.
Malam larut.
Dalam kelelahan dan kepenatan yang amat sangat, mereka memejamkan mata, mencoba bermimpi untuk pulang kembali ke rumah mereka, Amerika.
Evermann Chavez terbangun tiba-tiba.
Peluh mengucur membasahi dahi. Sempatkah ia terlelap tadi? Malam ini bom-bom dari pesawat B-2 Spirit di Basrah, dentuman yang luar biasa keras itu bisa terdengar dari sini. Tetapi di tengah-tengah suara bom itu, ada suara asing lain.. Suara-suara asing itu bergema. Menggaung. Membentur-bentur dinding hatinya. Ia tidak memahaminya, apa makna ucapan itu? Ia tidak pernah mendengar nyanyian semacam itu di Amerika. Nyanyian? Mungkin semacam itu. Nyanyian yang diserukan dari atas-atas puncak gedung, dari rumah-rumah yang runtuh, dari rumah sakit, dan dari rumah-rumah ibadah.
Nick sering mendengar nyanyian itu saat jalan-jalan ke Arab. Namun bila malam seperti ini, saat bom demi bom jatuh bertubi-tubi, nyanyian itu semakin gencar terdengar. Bukan seruan orang yang ketakutan, melainkan seperti seruan yang dinyanyikan para pahlawan untuk membangkitkan semangat ketika berangkat ke medan perang. Suara laki-laki itu begitu jernih dan syahdu. Menentramkan hatinya walau ia tidak tahu apa artinya.
”Serangaaan...!!”
Chavez terlempar dari tidur pulasnya. Erangan senjata mencabik subuh hari yang lenggang. Tembakan terdengar sana-sini, dan ia terbangun dalam ketakutan. Semua cerita indah dan kepahlawanan ala Amerika, menguap sudah.
Chavez menggenggam erat M16 hingga telapak tangannya licin berkeringat. Chavez memimpin di depan. Terdengar suara tembakan beberapa kali. Bangunan-bangunan kokoh berbentuk kubus berjajar diam. Tak tampak sosok yang menembakan senapannya. Tentara Iraq atau pemberontakpun Mereka harus siap dan menggandakan kewaspadaan jika tidak ingin nyawa melayang.
Trrrrrt....Trrrrrt.....Trrrrt...Syuuuut... BOOM...dor-dor-dor...
Siapa yang memulai atau mengakhiri tembakan tidak diketahui dengan pasti. Preston beberapa kali melepaskan tembakan ke arah gedung. Sedangkan Huxley, Preston, Russel, dan Andy memfokuskan tembakannya di jalan-jalan.. Chavez dan teman-temannya harus bertahan. Chavez mengarahkan senjata dan melepaskan tembakan ke arah atap gedung sebelah timur. Matanya sedikit silau membelakangi tubuh si penembak. Insting Chavez bereaksi, ia harus cepat sepersekian detik sambil menggulingkan tubuh ke samping atau akan menjadi sasaran tembak.
”Aaarggghhhh ...!!!”
”Kena kau ...!” Chavez terengah-engah. Ia membasahi bibir. Membunuh seseorang tidak seperti yang tampak di film-film. Rasanya begitu menakutkan dan membuatnya mual luar biasa. Tidak sama sekali gampang seperti yang tampak pada film-film. Tangannya mengokang M-16nya, lalu bergerak maju.
Syuuut... Jrep...
kakinya terserempet peluru, ia berteriak menyumpah-nyumpah untuk melawan rasa perih bercampur panas yang muncul dari luka, menjalar ke seluruh tubuh. Bersamaan itu, ketakutan tumbuh di jantungnya. Sekarang ia benar-benar berpikir, Akankah ia pulang dengan selamat, atau pulang tinggal nama? Akankah semua baik-baik saja, lalu ia dapat kembali ke America dengan sehat dan selamat? Sebelum ia melakukan misi ini ia mendengar berita terakhir, pasukan Israel melakukan perlawanan sengit di Basrah, Safwan, dan Najaf. Bahkan, jika pasukan koalisi berani menginjakan kaki dijajahan Israel itu, diramalkan ibarat orang yang menggali kuburannya sendiri.

”Kapten terluka, lindungi aku!!!”perintah Preston.
Preston lari ke pojok
”Kapten, kau tidak apa-apa?”tanya Preston.
”Ya aku...”Pembicaraan Chavez dipotong oleh Preston.
”Ya Tuhan, kakimu terkena tembakan, kita harus...”Chavez kembali memotong pembicaraan Preston.
“Dengar, dengarkan aku prajurit, kita harus segera ke point G-3 sekarang!! Kau mengerti Preston?”Kata Chavez tegas.
”Ya pak”Jawab Preston.
”Oke, seseorang harus mengangkatku”
”Biarkan aku melakukannya”jawab Russel.
Mereka maju dengan cepat ke point G-3, Chavez di gendong secara bergantian sampai di daerah G-3.
Chavez menatap ke langit.
Jika pasukan koalisi berani menginjakan kaki dijajahan Israel itu, diramalkan ibarat orang yang menggali kuburannya sendiri. Ancaman itu tak sepenuhnya salah. Para pemberontak yang terkenal kejam atau Pasukan Israel yang menjajah Irak selama bertahun-tahun tentu lebih mengenal wilayahnya sendiri. Terutama pasukan Pemberontak, walau Amerika mengedepankan teknologi canggih seperti, Pesawat pembom B-2 Spirit, Tomahawk missile, kendaraan lapis baja M1A2 Abrams, seratus pesawat tempur, ratusan helikopter Black Hawk, didukung dengan 160.000 tentara Amerika, dan 25.000 tentara koalisi. Strategi gerilya pasukan Pemberontak tak bisa di remehkan. Terbukti, di tahun 2003 sewaktu Amerika menyerang Irak, janji George Walker Bush untuk dapat menyelesaikan perang secepat mungkin tak dapat direalisasikan. Perang ternyata meminta tambahan dana 72 milyar dollar lagi. Berarti perang ini bukan sekedar permainan. Berarti, musuh bukan pihak yang bisa di remehkan. George W. Bush menuduh Irak memproduksi senjata kimia dan biologi karenanya harus mematuhi resolusi 1441 PBB, yang mengatakan bahwa Irak harus diinspeksi. Bukankah Hans Blix menyatakan bahwa Saddam Husein sudah memberikan jawaban kooperatif mengenai resolusi PBB? Tetap saja, Irak tetap digempur. Chavez pun mengangkat bahu. Right or wrong, America is still my country. Sudah diketahui dengan pasti, bahwa Bush adalah konglomerat minyak. Tujuan menggempur Irak dengan alasan menggulingkan seorang Diktaktor adalah alasan yang terlalu dibuat-buat. Begitu muliakah hati seorang Bush? Meski demikan, Chavez, dan jutaan warga Amerika lainnya tetap melakukan apa yang Presiden mereka komandokan. Setelah Israel menyerang Lebanon pada tahun 2008, Israel meminta bantuan dana dari Amerika Serikat, dengan alasan untuk membeli peralatan perang yang baru. Amerika tidak tahu kalau Israel mau menggunakan uangnya untuk menyerang Amerika itu sendiri.. Beberapa bulan yang lalu, Desember 2010 Israel menyerang salah satu pangkalan militer Amerika AREA-13 di New Orleans yang merupakan tempat peluncuran misil kedua utama setelah AREA-51. Dengan misi mencuri persenjataan dan menghancurkan pangkalan militer tersebut. Tetapi upaya mereka gagal, mereka hanya maju dan hancur. Mereka pikir pangkalan militer itu tidak dilengkapi oleh pertahanan yang ketat.
Waktunya istirahat, luka Chavez diperban, ia terus menahan rasa sakitnya yang amat sangat. Ia ingat sewaktu misinya di Safwan beberapa waktu lalu, ia melihat seorang bapak tua menggendong anak kecil yang mungkin anaknya. Latar belakang kepulan asap hitam membubung tinggi ke udara, menandakan daerah-daerah terbakar hancur dengan bom. Bapak tua itu menangis sedih, air matanya jatuh ke tubuh anak itu. Chavez hampir muntah ketika melihat usus anak itu keluar dan luka bakar yang sangat amat sangat parah. Ia membayangkan bagaimana rasanya tertimpa rasa sakit seperti itu, membayangkan jika perutnya hancur berkeping-keping.
”Istirahat selesai, ayo maju!” perintah Chavez.
Akhirnya mereka sampai di daerah G-3, Sungai Eufrat. Ia menyaksikan Beratus-ratus orang berlarian ketakutan. Ia tidak dapat mengingkari betapa sedih dan takut hatinya mendengar tangisan ketakutan wanita dan anak-anak. Menyaksikan mereka berdesakan antre di tepi sungai Eufrat untuk menyelamatkan diri.
”Itu mereka!”kata Preston sambil menunjuk kearah enam orang yang sedang menembaki sebuah gedung.
Mereka segera menghampiri keenam orang tersebut. Mereka menjadi berjumlah duabelas orang..
”Seraaang...!!”
Chavez diturunkan dari gendongan David, berlindung di balik pagar semen yang lumayan pendek tapi kuat untuk mempertahankan diri dari segala serangan. Sementara yang lain bersembunyi di balik tembok, di pojok-pojok, dan di balik mobil. Mereka adalah pasukan terakhir yang ada di Bagdad, mereka harus menghancurkan gedung itu untuk memanggil helikopter dan pergi dari situ, sebelum invasi besar Israel datang.
Dor, dor, dor.... Trrrrrt...Trrrrrt.....Trrrrrt..... Syuuuut… BOOM… Ratata.. Ratatatatatatata……. Clek… Dhuuuar…
Daerah Perang itu ribut dengan tembakan, dari pihak Amerika maupun Pemberontak. Mereka menembak secara bergantian. Beberapa wanita dan anak-anak menjadi sasaran tembak Pemberontak. Melihat itu Chavez semakin geram, di ambilnya granat, dan dilemparkannya ke jendela tempat Pemberontak itu bersembunyi. Dhuaaar... mereka bermentalan keluar jendela, dan salah satu pemberontak tergantung di jendela tersebut.
”Aman lima orang ikut denganku, enam orang tinggal disini!” Perintah Preston sebagai pengganti Chavez yang sedang terluka.
Akhirnya Chavez, Huxley dan empat orang lainnya, tinggal di luar gedung sementara Preston masuk dengan lima orang lainnya.
”Keluaaaaar...!!! bomnya akan diledakan!!”Seru Preston tiba-tiba.
Ia keluar bersama lima tentara, salah satunya Russel yang di gendong David karena terluka di bagian lututnya.
”Bomnya akan diledakan ayo maju dari sini!”
Mereka pergi sejauh yang mereka bisa, berlari meninggalkan gedung yang dipasangi bom itu
BOOOM.......
Bangunan itu runtuh hancur, runtuhan bangunan terpental kemana-mana. Huxley segera memanggil Jemputan mereka.
”Apakah bisa? Apakah kita tersambung?” tanya Chavez.
”Sebentar, halo, Hotel two-niner kau mendengar kami?” tanya Huxley sambil meneropong keadaan.
”Ya kami mendengarmu dengan jelas” terdengar jawaban dari seberang.
”Yes, terima kasih Tuhan, kami butuh evakuasi di point G-3 sekarang! Satu Chinook cukup!”
”Oke, Chinook dalam perjalanan, akan tiba disana dalam empat menit.”
”Eagle one keluar” jawab Huxley dengan puas.
”Helikopter akan tiba dalam empat menit.”Huxley menatap Chavez.
”Bagus, buat pertahanan sementara di sekitar sini, Israel akan datang...”Perintah Chavez dengan nada datar.
Beberapa saat kemudian terdengar suara baling-baling helikopter, disusul oleh terlihatnya pasukan Israel dan dua tank menuju ke arah mereka, mereka sadar itu bukan pertanda baik.
”Itu helikopternya!”Seru mereka.
”Dan itu mereka” kata Andy sambil menunjuk ke arah Pasukan Israel.
Helikopter mendarat di belakang mereka. Kru helikopter segera turun dan mengamankan area sekitar helikopter.
”Ayo masuk!! Cepat!”
Syuuuut... Jrep...
Untuk ke-dua kalinya Chavez tertembak. Ia tertembak di lengan kirinya.
”Ayo Chavez! Cepat!” Kata Preston sambil membantu Chavez berdiri.
Chavez berdiri dengan susah payah. Keringatnya mengucur dengan deras. Tangannya basah oleh darah. Ia naik ke helikopter dan segera duduk dengan tenang. Sementara helikopter siap maju.
”Sudah siap semuanya? Kalau begitu ayo jalan, aku John Volenteer, dan aku adalah pilot kalian untuk hari ini, pasang seat belt kalian, kita akan melaju dengan kencang.”Pilot mengoceh panjang lebar.
Chavez tidak mendengarkan pilot, kedua lukanya segera di obati. Ia berpikir tentang pantai luas Connecticut, bermain dan bersantai di pasirnya yang empuk.
Ia bermimpi tentang kembali ke rumahnya.... Amerika...
“Amerika, aku pulang....”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar