Rabu, 26 Januari 2011

Lebaran di Kampung Halaman Ibuku by Kusumo Jati Nur Wicaksono

LEBARAN DI KAMPUNG HALAMAN IBUKU
Lima hari menjelang idul Fitri, Mas-mas dan Mbak-mbak yang bekerja di rumahku mulai sibuk belanja dan menyiapkan oleh-oleh untuk keluarganya di kampung. Nuansa mudik sudah begitu hangat meliputi angan mereka. Pembicaraan mereka hampir semuanya mengenai perjalanan mudik, mulai dari mencari karcis angkutan lebaran, mencari tas untuk membawa pakaian baru, dan janjian akan ketemu dihari Lebaran bagi mereka yang sekampung.
Bagiku, mudik terasa biasa-biasa saja, seperti tahun-tahun yang lalu. Liburan di desa, bertemu dengan saudara-saudara Ibu, makan makanan yang sama dengan tahun yang lalu, ketupat dan opor ayam. Perjalanan mengunjungi keluarga untuk halal bihalal, kadang-kadang ke luar kota dengan kepadatan lalu lintas bahkan sering terjebak kemacetan.
Kampung halaman Ibu yang jauh dari keramaian kota, dan rumah nenek dimana kami menginap masih terhampar sawah dan ladang disekitarnya, bila malam hari terasa sepi dan gelap. Sejak hari pertama kami bermalam di kampung, kegiatanku hanya nonton televisi sambil menyelesaikan Puasa Ramadhan.
Walaupun terasa sepi namun terasa suasana agama yang kuat. Setiap waktu sholat, warga desa baik laki-laki maupun perempuan berbondong-bondong ke masjid untuk melaksanakan sholat wajib berjama’ah. Apalagi bila malam tiba, menjelang maghrib, anak-anak sudah ramai bermain disekitar masjid, beberapa keluarga bergantian menyediakan ta’jil untuk mereka yang berbuka puasa di masjid. Pas diwaktu Maghrib tiba, dari menara masjid terdengar sirine yang dapat didengar sampai jauh kerumah-rumah desa seberang, disusul suara beduk dan adzan. Setelah sholat Magrib jama’ah pulang kerumah masing-masing untuk melanjutkan makan buka puasa. Dari waktu Isya sampai tengah malam , masjid diramaikan lagi dengan sholat taraweh dan tadarusan.
1 Syawal 1429 H, sejak pukul enam pagi warga masyarakat, bapak-ibu dan anak-anaknya sudah memadati masjid sampai ke halaman dan jalanan disekitar masjid. Saya perhatikan kaum pria nya tidak ada yang memakai celana panjang, semuanya bersarung. Setelah sholat Id dan kotbah Idul Fitri, jama’ah pria saling bersalaman sambil bersholawat dan mengucapkan minal aidin wal faidin. Ada beberapa keluarga yang melestarikan kebiasaan membawa makanan opor ke masjid untuk disantap bersama.
Hari-hari berikutnya kami disibukkan bersilaturahmi ke saudara-saudara yang lebih tua, baik yang dikota yang sama maupun yang di kota lain. Disatu malam, kami kemalaman di jalan, kami harus tidur dimobil karena tidak berhasil mendapatkan kamar hotel yang kosong. Di hari raya Idul Fitri , tempat wisata dan hotel panen raya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar